Anak Kepulauan Wakatobi Belajar Perkembangan

skripsi Harmin: hambatan guru dalam melaksanakan penilaian aspek afektif

HAMBATAN GURU DALAM MELAKSANAKAN PENILAIAN
ASPEK AFEKTIF PADA MATA PELAJARAN IPS
DI SMP NEGERI 3 PASARWAJO



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pembangunan bidang pendidikan selain untuk memperluas kesempatan memperoleh pendidikan juga untuk meningkatkan mutu dan relevansi meningkatkan pendidikan. UU.RI No.20 Tahun 2003  Bab I Pasal 1 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Dalam Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang kemudian dijabarkan dalam peraturan pemerintah No.19 Tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan menyebutkan bahwa pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, meningkatkan mutu dan relevansi serta efisiensi manajemen pendidikan. Pemerataan pendidikan diwujudkan dalam program wajib belajar 9 Tahun. Peningkatan mutu pendidikan diarahkan untuk meningkatkan kualitas manusia seutuhnya melalui olah hati, olah pikiran, olah raga, agar memiliki daya saing dalam menghadapi tantangan global. Peningkatan relevansi pendidikan diwujudkan untuk menghasilkan lulusan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan yang berbasis potensi sumber daya alam Indonesia. Peningkatan efisiensi manajemen pendidikan dilakukan melalui penerapan manajemen berbasis sekolah dan pembaharuan pengolahan pendidikan secara terencana, terarah dan berkesinambungan
Dalam Struktur Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Pendidikan Nasional No.22 Tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menegah yang didasarkan pada Peraturan Pemerintah No.19 tahun 2005 tentang standar pendidikan nasional menyebutkan bahwa subtansi mata pelajaran IPS Ekonomi dalam struktur Kurikulum SMP/MTS adalah IPS terpadu yaitu mata pelajaran IPS Ekonomi, IPS Geografi, dan IPS Sejarah menjadi satu mata pelajaran yang sifatnya terpadu dan saling berkaitan.
IPS sebagai salah satu mata pelajaran di SMP yang didalamnya memiliki nilai pendidikan nilai yang paling mendasarkan dan memiliki tujuan pembelajaran untuk memperkenalkan nilai pendidikan secara umum. Untuk mencapai mutu pendidikan yang baik pemerintah membentuk pendidikan melalui lembaga-lembaga formal dan nonformal. Dari lembaga pendidikan ini, lembaga pendidikan formal memegang peranan yang sangat penting dalam mendidik siswa menjadi penerus bangsa.
Secara umum yang menjadi tolak ukur tinggi rendahnya mutu pendidikan dapat dilihat dari prestasi belajar siswa dalam suatu lembaga pendidikan (nilai 6,0), maka sesungguhnya mutu pendidikan tidak hanya sekedar dilihat dari predikat output siswa. Hal yang penting adalah bagaimana cara menciptakan kualitas output  yang bias memanfaatkan ilmu pengetahuan yang dimilikinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa  khususnya untuk dirinya sendiri dalam arti mampu hidup sendiri.
Mutu pendidikan secara umum tidak terlepas dari kualitas penggunaan instrumen evaluasi yang relevan. Keduanya terkait erat dengan kemampuan guru dalam mengajar dan akhirnya berdampak pada prestasi belajar siswa. Guru sebagai tenaga akademik dituntut memiliki sifat profesional keguruan yang handal dan bertanggung jawab untuk melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai pegajar dan pendidik disekolah. Guru harus mampu mengembangkan aspek kognitif, afektif dan psikomotor pada siswa (termaksud dalam mengembangkan penilaian) sehingga siswa-siswa tidak hanya menguasai pengetahuan tetapi juga memiliki sikap dan akhlak yang terpuji. Untuk itu, Guru harus menguasai kompetensi keguruan diantaranya yang berkaitan dengan pelaksanaan, pengelolahan dan tindak lanjut evaluasi.
Penilaian dalam pendidikan sangat penting karena mempunyai beberapa fungsi selektif, diagnostic, penempatan dan pengukur keberhasilan. Oleh karena itu, guru harus menguasai berbagai teknik penilaian yang sesuai dengan masing-masing aspek penilaian (Kognitif, afektif dan psikomotorik). Ketiga aspek penilaian tersebut mempunyai karakteristik tersendiri dan memerlukan teknik penilaian yang berbeda pula.
Dalam Permendiknas No.20 Tahun 2007 standar penilaian menyebutkan penilaian hasil belajar oleh pendidik menggunakan berbagai tekhnik penilaian, berupa test, observasi, penugasan perseorangan/kelompok dan bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik kompotensi dan tingkat perkembangan peserta didik. Pelaksanaan penilaian aspek afektif di lapangan mengalami kesulitan dalam mengembangkannya.Hal ini dikarenakan aspek afektif menyangkut domain yang paling dalam yang ada pada diri seseorang, yaitu kalbu atau hati nurani. Selain itu, sulitnya mengidentifikasi hasil-hasil pendidikan moral dan menerjemahkannya kedalam prilaku siswa yang diamati dan tingginya rasio antara guru dengan siswa menyebabkan sulitnya melakukan penilaian afektif.
Kesulitan tersebut juga dialami oleh guru mata pelajaran IPS di SMP Negeri 3 Pasarwajo. Berdasarkan hasil observasi awal di SMP Negeri 3 Pasarwajo guru-guru mata pelajaran  IPS menyatakan mengalami banyak hambatan dalam melaksanakan penilaian aspek afektif, namun belum diketahui dengan jelas apa saja yang menjadi hambatan tersebut. Hal inilah yang mendorong penulis untuk mengkaji tentang “Hambatan Guru Dalam Melaksanakan Penilaian Aspek Afektif Pada Mata Pelajaran IPS di SMP Negeri 3 Pasarwajo.
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “HAMBATAN GURU DALAM MELAKSANAKAN PENILAIAN ASPEK AFEKTIF PADA MATA PELAJARAN IPS DI SMP NEGERI 3 PASARWAJO




B.     Identifikasi Dan Rumusan Masalah
1.      Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dikemukakan diatas maka permasalahan penelitian ini dapat diidentifikasi yaitu :
Hambatan yang dihadapi oleh guru IPS di SMP Negeri 3 Pasarwajo dalam melaksanakan kegiatan penilaian aspek afektif yang meliputi :
1.      Pengembangan instrumen penilaian aspek afektif.
2.      Pengembangan kriteria penilaian aspek afektif.
3.      Pemanfaatan angket dan rubrik penilaian.

2.      Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
Apakah guru IPS di SMP Negeri 3 Pasarwajo megalami hambatan dalam melaksanakan kegiatan penilaian aspek afektif yang meliputi :
1.      Pengembangan instrumen penilaian aspek afektif.
2.      Pengembangan kriteria penilaian aspek afektif.
3.      Pemanfaatan angket dan rubrik penilaian.



C.    Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1.      Tujuan penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dialami oleh guru IPS di SMP Negeri 3 Pasarwajo dalam melaksanakan kegiatan penilaian aspek afektif.
2.      Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah
1.        Manfaat Praktis
Sebagai bahan informasi bagi guru IPS di SMP Negeri 3 Pasarwajo dalam melaksanakan kegiatan penilaian aspek afektif sehingga dapat diupayakan pengembangan kegiatan penilaian aspek afektif ini.
Sebagai bahan informasi bagi sekolah dalam hal ini SMP  Negeri 3 Pasarwajo tentang hambatan guru dalam melaksanakan penilaian afektif sehingga dapat diambil langkah untuk mengatasinya.
2.        Manfaat Teoritis
Sebagai bahan masukan bagi guru khususnya mata pelajaran IPS dalam melaksanakan penilaian aspek afektif dan dapat dijadikan sebagai acuan dan perbandingan bagi peneliti selanjutnya yang ada hubungannya dengan peneliti ini.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Konsep Penilaian
Ditinjau dari sudut bahasa, penilaian diartikan sebagai proses menentukan nilai suatu obyek. Untuk dapat menentukan suatu nilai atau harga suatu objek diperlukan adanya ukuran atau kriteria, dengan demikian inti penilaian adalah proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu. Proses pemberian nilai tersebut berlangsung dalam bentuk interprestasi  yang diakhiri dengan judgment.  interprestasi dan judgment merupakan tema penilaian yang mengimplikasikan adanya suatu perbandingan antara kriteria dan kenyataan dalam konteks situasi tertentu.. Atas dasar itu maka dalam kegiatan penilaian selalu ada obyek/program, ada kriteria, dan ada interprestasi/judgment. Penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu.
Sistem penilaian hasil belajar pada umumnya dibedakan kedalam dua cara atau dua sistem, yakni Penilaian Acuan Norma (PAN) dan penilaian acuan patokan (PAP).
1.      Penilaian Acuan Norma (PAN) adalah penilaian yang diacukan kepada rata-rata kelompok
2.      Penilaian Acuan Patokan (PAP) adalah penilaian yang diacukan kepada tujuan instruksional yang harus dikuasai oleh siswa.
Mimin Haryati (2006: 15) mengemukakan ada empat macam istilah yang berkaitan dengan konsep penilaian dan digunakan untuk mengetahui keberhasilan penilaian dari pada peserta didik yaitu pengukuran, pengujian, penilaian dan evaluasi. Namun, diantara keempat istilah tersebut pengertiannya masih dicampur padahal keempat istilah tersebut memiliki pengertian yang berbeda.
Menurut Silvina (2005: 17) menyatakan bahwa sebenarnya proses pengukuran, penilaian, evaluasi dan pengujian merupakan suatu kegiatan atau proses yang bersifat hirarkis. Artinya kegiatan dilakukan secara berurutan dan berjenjang yaitu dimulai dari proses pengukuran kemudian penilaian dan terakhir evaluasi. Sedangkan proses pengujian merupakan bagian dari pengukuran yang dilanjutkan dengan kegiatan penilaian.
Sedangkan menurut Sutomo (1985: 16) penilaian adalah suatu tindakan atau langkah untuk menentukan mutu atau kualitas dari sesuatu. Pendapat yang sama dikemukakan pula oleh Mimin Haryati (2006: 16) bahwa penilaian adalah suatu pernyataan berdasarkan sejumlah fakta untuk menjelaskan karateristik seseorang atau sesuatu.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa proses penilaian mencakup pengumpulan bukti untuk menunjukan pencapaian belajar dari pada peserta didik. Definisi penilaian berhubungan erat dengan setiap bagian kegiatan belajar mengajar. Ini menunjukan bahwa proses penilaian tidak hanya menyangkut hasil belajar saja tetapi juga mengangkut semua proses belajar mengajar.
B.     Konsep Afektif
Tipe hasil afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatian terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar, dan hubungan sosial.
M.Chabib Thoha (1994: 27-28) menyatakan bahwa konsep afektif pertama kali dicetuskan oleh Benyamin S. Bloom dalam teorinya yang biasa disebut taksonomi Bloom yang membagi tujuan belajar pada tiga domain, adalah sebagai berikut :
1.   Cognitive domain yang meliputi : knowledge, comprehension, application, synthesis dan analysis.
2.   Affective domain yaitu meliputi : receiving, responding, valuing, organization, dan characterization, by a value or value complekx.
3.   Psyco-motor domain yang meliputi : perception set, guided response, mechanism, complex overt response, adaption dan origination.
Ada beberapa jenis kategori ranah afektif sebagai hasil belajar. Kategorinya dimulai dari tingkat yang dasar atau sederhana sampai tingkat yang kompleks.
1.      Reciving/attending, yakni semacam kepekaan dalm menerima rangsangan (stimulasi) dari luar yang datang kepada siswa dalam bentuk masalah situasi dll. Dalam tipe ini termaksud kesadaran, keinginan untuk menerima stimulasi, kontrol, dan seleksi gejala atau rangsangan dari luar.
2.      Responding/Jawaban, yakni reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulasi yang datang dari luar. Hal ini mencakup ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab stimulasi dari luar yang datang dari luar kepada dirinya.
3.      Valuing/penilaian, berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulasi.
4.      Organisasi, yakni pengembangan dari nilai kedalam satu sistem organisasi, termaksud hubungan satu  nilai dengan nilai lain, pemantapan, dan prioritas nilai yang telah dimilikinya. Yang termasuk kedalam organisasi ialah konsep tentang nilai, organisasi sistem nilai dan lain-lain.
5.      Karateristik nilai atau internalisasi nilai, yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempegaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Kedalamnya termaksuk keseluruhan nilai dan karateristiknya. (Nana Sudjana, 1989: 30).
Menurut Mimin Haryati, (2006: 41) karaksteristik ranah afektif yang penting diantaranya adalah sebagai berikut:
1.      Sikap
Sikap adalah suatu predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara positif atau negatif terhadap suatu objek, situasi konsep dan orang. Sikap disini yaitu sikap peserta didik terhadap sekolah dan terhadap mata pelajaran harus lebih positif setelah mengikuti pelajaran. Perubahan ini merupakan salah satu indikator berhasilan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran.


2.      Minat
Minat adalah suatu disposisi yang terorganisasikan melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktifitas, pemahaman dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian. Hal yang penting dalam minat adalah intensitasnya secara umum, minat termaksud karakteristik afektif yang memiliki intensitas tinggi.
3.      Nilai
Nilai adalah suatu obyek aktifitas atau ide yang dinyatakan oleh individu dalam mengarahkan minat, sikap dan kepuasan. Nilai berakar lebih dalam dan lebih stabil dibandingkan dengan sikap individu. Manusia mulai belajar menilai objek, aktifitas dan ide sehingga objek ini pengatur penting minat, sikap dan kepuasan. sekolah (Guru) harus membina peserta didik untuk menemukan dan menguatkan nilai yang bermakna dan signifikan bagi peserta didik dan memperoleh kebahagiaan personal dan memberi kontribusi positif bagi masyarakat.

Dadang Sundawa (2003: 1) menyatakan bahwa aspek afektif menyangkut domain yang paling dalam yang ada pada diri seseorang, yaitu kalbu atau hati nurani, Ranah afektif berkaitan dengan sikap seseorang dan nilai. Selanjutnya Wahjoedi (2001: 41) menyatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya apabila ia telah memiliki penguasaan kognitif pada tingkat tinggi.
Menurut Mimin Haryati, (2006: 42) menyatakan bahwa nilai adalah suatu objek aktivitas atau ide yang dinyatakan oleh individu dalam mengarahkan minat, sikap dan kepuasan. Nilai berakar lebih dalam dan lebih stabil dibandingkan dengan sikap individu. Manusia mulai belajar menilai objek, aktivitas dan ide sehingga objek ini pengatur penting minat, sikap dan kepuasan sekolah (guru) harus membina peserta didik untuk membina dan menguatkan nilai yang bermakna dan signifikan bagi peserta didik dan memperoleh kebahagian personal dan memberikan konstribusi positif bagi masyarakat.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan tipe pembelajaran afektif dapat menerapkan berbagai sikap, sifat, disiplin, motivasi belajar dan tingkah laku yang dapat menciptakan konsep individual terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimilikinya.

C.    Konsep pendidikan
Makna pendidikan dapat diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai dalam masyarakat dan kebudayaan. Bagaimana sederhananya peradaban suatu masyarakat didalamnya terjadi atau berlangsung suatu proses pendidikan, karena itulah dinyatakan pendidikan telah ada sepanjang peradaban umat manusia, pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha manusia untuk melestarikan hidupnya.
Mendidik dan mengajar merupakan perbuatan teramat penting dan bermartabat tinggi untuk membawa anak manusia pada tingkat manusiawi dan peradaban. Tanpa pendidikan anak tidak dapat mencapai martabat kemanusiaan, tidak biasa menjadi pribadi utuh, juga tidak biasa menjadi insan sosial dan abdi Tuhan Yang Maha Esa yang saleh. Sebab anak manusia itu dilahirkan dalam keadaan serba kurang lengkap, dengan naluri dan fungsi-fungsi jasmania dan rohania yang belum berkembang.
Upaya mendidik selalu berlangsung pula dalam kontak eksistensial antara anak didik dengan orang dewasa, dengan milik sekitar, dan dengan pemerintah. Oleh karena itu maka pemerintah sangat berkepentingan dengan pengurusan pendidikan dengan tujuan bias membangun manusia seutuhnya serta warga Negara yang baik. Disamping itu menciptakan suatu bentuk masyarakat hidup bersama yang sejahtera dan selaras dengan zamannya.
Berbagai defenisi dan pengertian pendidikan diberbagai buku dan literatur :
Menurut buku Higher Education American 11: 15 Dalam Tim Dosen IKIP Malang. (1980: 30) dinyatakan sebagai berikut :
Education is an institution civilized society, but the purpose of education are not the same in all societies. An education system find it’s guilding principles and ultimate goals in the aims and philosophy of the social order in wich it functions.

Pendidikan adalah suatu lembaga dalam tiap-tiap masyarakat yang beradab tapi tujuan pendidikan tidaklah sama dalam setiap masyarakat. Sistem pendidikan suatu masyarakat (bangsa) dan tujuan-tujuan pendidikannya didasarkan atas prinsip-prinsip (nilai-nilai) cita-cita dan filsafat yang berlaku dalam suatu masyarakat.
Menutut buku Brubacher “Modern Pilosophies Education” dalan tim Dosen Malang diartikan sebagai berikut :
Education is the organized development and equipment of all the power of a human being, intellectual, and physical, by good habitat, by and for their individual and social uses, directed to ward the union there activities with their creator as their final and education is the process in which the power (abilities, capacities) of men which are susceptible to habituation are perfected by good habitat, by means artiscally contrived, and employed by a men to help another of himself achieve the end in view. (  1980: 6).

Pendidikan diartikan sebagai proses timbal balik dari tiap pribadi manusia dalam menyesuaikan dirinya dengan alam, dengan teman, dan dengan alam semesta. Pendidikan merupakan pula perkembangan yang terorganisasi dan kelengkapan dari semua potensi, manusia moral, intelektual dan jasmania (panca indera), oleh dan untuk kepribadian individunya dan kegunaan masyarakatnya, yang diarahkan demi menghimpun semua aktifitas tersebut bagi tujuan hidupnya (kemampuan, kapasitas manusia yang mudah dipengaruhi oleh kebiasaan-kebiasaan yang baik), oleh alat (media) yang disusun sedemikian rupa dan dikelolah oleh manusia untuk menolong orang lain untuk dirinya sendiri untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.

D.    Kompotensi Guru dalam Mengelolah Proses Belajar Mengajar
Guru adalah tenaga pendidik yang memberikan sejumlah ilmu pengetahuan kepada anak didik di sekolah (Saiful Bahri Djamara, 2002) Selain memberikan sejumlah ilmu pengetahuan, guru juga bertugas menanamkan nilai-nilai dan sikap kepada anak didik agar anak didik memiliki kepribadian yang paripurna. Dengan keilmuan yang dimilikinya, guru membimbing anak didik dalam mengembangkan potensinya.
Di samping itu, seorang guru juga dituntut untuk mengetahui berbagai kompetensi dalam melaksanakan profesi keguruannya agar dapat menciptakan lingkungan belajar yang baik bagi peserta didik, sehingga tujuan pengajaran dapat tercapai dengan optimal. Hal ini menunjukan betapa pentingnya peran seorang guru dalam menentukan keberhasilan belajar mengajar.
Sedangkan guru adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberikan pertolongan pada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan memenuhi tingkat kedewasaannya, mampu berdiri sendiri memenuhi  tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah SWT dan mampu sebagai makhluk sosial dan sebagai makhluk sosial dan sebagai makhluk hidup yang mandiri (Muhaimin dan Abdul Mujib, 1993: 44)
Jadi, kompetensi guru merupakan kemampuan seseorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban secara bertanggung jawab dan layak. Kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukan kualitas guru dalam mengajar. Kompetensi tersebut akan terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan profesional dalam mejalankan fungsinya sebagai guru. Artinya guru bukan saja harus pintar, tetapi juga harus pandai mentransfer ilmunya kepada peserta didik.
Sebagai seorang pendidik, guru bertugas dan menanamkan nilai-nilai dan sikap kepada siswanya. Untuk melaksanakan tugasnya tersebut, diperlukan berbagai kemampuan serta kepribadian.

E.     Konsep IPS
IPS adalah program pendidikan yang memiliki bahan pendidikan dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humanity (ilmu pendidikan dan sejarah) yang diorganisir dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan yang berlandaskan pancasila dan kebudayaan Indonesia (Numan Somantri, 1994: 1).
A.Kosasih Djahiri (1980: 6), IPS adalah pelajaran yang merupakan suatu fungsi atau panduan dari sejumlah mata pelajaran sosial atau IPS merupakan suatu mata pelajaran yang menggunakan bagian-bagian tertentu dari ilmu-ilmu sosial.
Menurut Aziz wahab (1989: 7), IPS adalah sejumlah konsep mata pelajaran sosial dan ilmu lainya yang dipadukan berdasarkan prinsip-prinsip pendidikan yang bertujuan membahas masalah sosial atau bermasyarakat dan kemasyarakatan untuk mencapai tujuan-tujuan khusus pendidikan melalui program pengajaran IPS pada tingkat persekolahan.
Sedangkan menurut kurikulum pendidikan dasar pengetahuan sosial adalah mata pelajaran yang mempelajari kehidupan sosial yang berdasarkan pada bahan kajian geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, tatanegara dan sejarah.
Ada tiga tujuan utama pada pelajaran pengetahuan sosial yaitu :
1.      Agar peserta didik menjadi warga negara yang baik.
2.      Mengembangkan keterampilan dan pemikiran yang matang
3.      Mampu mewariskan budaya bangsa.

Sumber bahan pembelajaran sosial
Adapun sumber bahan pembelajaran pengetahuan sosial atau IPS adalah sebagai berikut: konsep dasar sosiologi, konsep dasar geografi, konsep dasar ekonomi, konsep dasar sejarah, konsep dasar politik, konsep dasar hukum.
Pengembangan sosial terpadu
1        Pendekatan Meluas
Pendekatan-pendekatan yang dapat digunakan dalam pembelajaran IPS adalah (a) pendekatan konseptual, dimana program yang dikembangkan bertolak dari konsep pokok, ide utama, generalisasi dan disposisi. (b) Orientasi Inguiry, dimana proses belajar mengajar dapat melakukan discovery investigation atau ekspository. (c) Dalam pembelajaran siswa dapat menggunakan multy multiple learning resources nyata yaitu berbagai sumber belajar yang dapat dipergunakan untuk kepentingan belajar. (d) IPS bertolak dari kenyataan-kenyataan yangdihadapi anak dilingkungan dimana ia hidup
           (Udin Saripudin W., 1989: 93)


2        Pendekatan Pemecahan Masalah Aktual
Tujuan pendekatan pemecahan masalah aktual dalam pengorganisasian bahan atau materi pelajaran IPS adalah untuk memperkenalkan sekaligus memberikan pengalaman nyata kepada siswa tentang berbagai persoalan yang ada dalam kehidupannya. Untuk itulah, Udin Saripudin W. (1989: 93) menyatakan bahwa isi atau pendekatan pengajaran ilmu sosial harus bertolak pada materi dan proses pemecahan masalah.
3        Pendekatan Partisipasi Sosial
Model partisipasi sosial, yaitu suatu model yang berupaya melibatkan siswa secara langsung dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan. Pendekatan ini lebih memusatkan perhatian pada dunia nyata yang ada dan terjadi di masyarakat.
Dari uraian dapat disimpulkan bahwa pengetahuan sosial merupakan, mata pelajaran mengenai kehidupan manusia dalam masyarakat, terutama kegiatan manusia dalam berinteraksi maupun pemenuhan kebutuhannya. Dengan itu pembelajaran IPS ditekankan pada proses pemecahan masalah. (problem solving).

F.     Kerangka Pemikiran
Materi IPS sebagai salah satu mata pelajaran di SMP yang didalamnya memilki nilai pendidikan yang paling mendasar dalam pendidikan dan pendewasaan anak serta memiliki tujuan pembelajaran untuk memperkenalkan nilai pendidikan ekonomi secara umum. Untuk mencapai mutu pendidikan yang baik pemerintah menyumbangkan pendidikan melalui lembaga-lembaga formal dan nonformal.
Mutu pendidikan secara umum tidak terlepas dari kualitas dan penggunaan instrument evaluasi yang relevan. Keduanya terkait erat dengan kemampuan guru dalam mengajar dan akhirnya berdampak pada prestasi belajar siswa. Guru sebagai tenaga akademik dituntut memiliki sifat profesional keguruan yang handal dan bertanggung jawab untuk melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai pengajar dan pendidik di sekolah. Guru harus mampu mengembangkan aspek kognitif, afektif dan psikomotor pada siswa (termaksud dalam mengembangkan penilaian) sehingga siswa-siswa tidak hanya menguasai pengetahuan tetapi juga memiliki sikap dan akhlak yang terpuji.
Penilaian aspek afektif berfungsi sebagai berikut :
1.      Alat untuk mengetahui tercapainya tidaknya tujuan instruksional.
2.      Umpan balik bagi perbaikan proses belajar mengajar.
3.      Dasar dalam menyusun laporan kemajuan belajar siswa kepada orang tuanya.
Dalam pelaksanaan penilaian tidak dapat dipisahkan dengan pengukuran karena mempunyai perbedaan sebagaimana dinyatakan oleh Silvina (2005: 6) bahwa penilaian pendidikan merupakan suatu pertimbangan profesional atau suatu proses yang memungkinkan seseorang untuk membuat suatu pertimbangan mengenai nilai sesuatu, sedangkan pengukuran adalah proses untuk memperoleh deskripsi numerik atau kuantitatif tentang tingkatan karateristik yang dimiliki seseorang dengan aturan tertentu.

G.    HIPOTESIS
Berdasarkan kerangka teori tersebut di atas, hipotesis dalam penelitian ini adalah diduga bahwa guru IPS di SMP Negeri 3 Pasarwajo mengalami hambatan dalam melaksanakan penilaian aspek afektif.


BAB III
METODE PENELITIAN

A.    Tempat dan Waktu  Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada semester genap tahun pelajaran 2009/2010 dengan lokasi penelitian di SMP Negeri 3 Pasarwajo dan dilaksanakan mulai tanggal 17 sampai tanggal 24 Februari 2010.

B.     Populasi Dan Sampel Penelitian
Yang menjadi populasi atau Subjek informan dalam penelitian ini adalah Kepala Sekolah 1 (orang), Wakil Kepala Sekolah Bagian kurikulum    1 (orang) dan, guru mata pelajaran IPS yang dipandang mampu serta dapat memberikan informasi menyangkut hambatan guru dalam melaksanakan penilaian aspek afektif pada mata pelajaran  IPS di SMP Negeri 3 Pasarwajo

C.    Defenisi Operasional
Adapun defenisi operasional dalam penelitian ini adalah :
1.      Yang termaksud aspek afektif dalam penelitian ini adalah menyangkut sikap, minat, konsep diri, nilai dan moral.
2.      Penilaian aspek afektif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pelaksanaan penelitian aspek afektif siswa yang tidak berkaitan dengan nilai IPS di buku raport. Penilaian ini diluar jam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, penilaian yang dimaksud meliputi komponen sikap, minat, konsep diri, nilai dan moral siswa dalam lingkungan sekolah dan masyarakat.
3.      Hambatan Guru IPS adalah kesulitan yang dialami oleh guru IPS dalam melaksanakan penilaian aspek afektif siswa, meliputi hambatan terhadap pengembangan instrumen, pengembangan kriteria penilaian, mengidentifikasi hasil-hasil pendidikan moral dan belum adanya kesiapan guru untuk memanfaatkan angket dan rubrik penilaian

D.    Teknik Pengumpulan Data
         Untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, maka pengumpulan data menggunakan teknik sebagai berikut :
1.      Penelitian Kepustakaan (Library Research), digunakan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi teoritas yang berkaitan dengan masalah penelitian, dilakaukan dengan cara mengkaji buku-buku ilmiah serta tulisan-tulisan ilmiah lainnya yang ada hubungannya dengan objek/masalah penelitian yakni hambatan guru dalam melaksanakan penilaian aspek afektif di SMP Negeri 3 Pasarwajo
2.      Penelitian Lapangan (field Research), yaitu penelitian mengadakan penelitian dilapangan yang dilakuakn dengan menggunakan teknik :
a.       Angket (Kuesioner), yaitu menyebarkan daftar secara tertulis yang telah disusun secara sistematis untuk dijawab responden yaitu guru Ilmu Pengetahuan Sosial di SMP Negeri 3 Pasarwajo untuk mengetahui hambatan guru dalam melaksanakan penilaian aspek afektif.
b.      Wawancara, yaitu melakukan kegiatan interview dengan guru IPS terpadu sebagai informan untuk mengetahui upaya-upaya yang dilakukan oleh Guru IPS di SMP Negeri 3 Pasarwajo untuk membatasi hambatan dalam melaksanakan penilaian aspek afektif. Disamping itu adalah untuk melengkapi data tentang hambatan guru dalam melaksanakan penilaian aspek afektif.
Dokumentasi, menghimpun dokumen-dokumen tertulis, berupa data atau gambar: khusus yang berkaitan dengan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran IPS terpadu

E.     Jenis Dan sumber Data
Jenis dan sumber data yang diperoleh dalam penelitian ini yaitu data primer dan data sekunder.
1.   Data primer adalah data didapatkan dari hasil observasi, wawancara dan angket yang berupa dalam hal pembagian tugas latihan kepada siswa.
2.   Data sekunder adalah data yang didapatkan dari hasil ujian akhir yang berdasarkan materi pelajaran dan kurikulum dibidang studi IPS.           

F.     Teknik Analisis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini dianalisis secara deskriptif kualitatif yakni data yang diperoleh diolah lebih dahulu kemudian dianalisis dan diinterprestasikan selanjutnya disimpulkan. Hasil ini bertujuan untuk tidak hanya mengambil data atau informasi yang benar-benar dibutuhkan tetapi juga menguji dan menilai validitasnya guna mendapatkan data atau informasi yang diperoleh dari kegiatan wawancara (informasi lain


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A.    Sejarah Singkat SMP Negeri 3 Pasarwajo
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama SMP Negeri 3 Pasarwajo didirikan pada tanggal 8 Januari 1998 dengan status sekolah negeri dan berdasarkan keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan No.052/01/1998 yang berkedudukan di jalan poros Wabula Pasarwajo tepatnya di Desa Dongkola.
Sebelum menjadi SMP Negeri 3 Pasarwajo yang sekarang, dahulunya sekolah ini adalah SMP Negeri 4 yang pada saat itu Bapak Drs.ABDUL MAJID menjadi kepala sekolah dikarenakan adanya pemekaran wilayah yakni Desa Kondowa dengan Desa Wagola. Sekolah ini dibangun di atas tanah seluas 200 m X 100 m dengan No.SK Bupati Buton 122 Tahun 2006 tanggal 31 Maret tentang perubahan nama dan nomor statistik Sekolah Negeri lingkup Kabupaten Buton
Pada tahap perkembangan sekolah SMP Negeri 3 Pasarwajo memiliki visi misi sebagai berikut :
Visi :
’’ Unggul dalam mutu berpijak pada iman dan takwa membentuk insan yang mandiri ”
Misi :
-          Menyelenggarakan proses belajar mengajar dan pembinaan secara afektif, efisien dan menyenangkan
-          Menumbuhkan semangat keunggulan secara kompetitif dikalangan warga sekolah
-          Mendorong dan membantu setiap siswa untuk mengenali potensi diri dan mengembangkan secara optimal
-          Mengamalkan penghayatan dan pengamalan nilai-nilai ajaran agama serta budaya bangsa sehingga menjadi sumber kearifan dalam berbuat
Adapun batas-batas lokasi SMP Negeri 3 Pasarwajo meliputi :
-     Sebelah utara berbatasan dengan lokasi pemukiman masyarakat Desa dongkala
-     Sebelah timur berbatasan dengan tanah milik Negara
-     Sebelah selatan berbatasan dengan SMA 2
-     Sebelah barat berbatasan dengan Jalan poros Wabula Pasarwajo

B.     Keadaan Sarana Dan Prasarana
SMP Negeri 3 Pasarwajo hingga tahun 2009/2010 memiliki gedung sebanyak 6 yang keseluruhan adalah berkonstruksi permanen.
Untuk lebih jelasnya keadaan sarana dan prasarana dapat dilihat pada tabel berikut :


Tabel 1
Jenis sarana dan prasarana
No
Jenis Sarana Dan Prasarana
Jumlah
Ketentuan memadai
1
Gedung Belajar
6
memadai
2
Ruang Laboratorium IPA/Umum
2
memadai
3
Ruang Perpustakaan
1
memadai
4
Ruang Kepala Sekolah, Guru, Tata Usaha
      1
memadai
5
Wc.Guru/Tata Usaha Dan Siswa
3
memadai
6
Mushola
1
memadai
7
Gedung serba guna
1
memadai
         Sumber:  Kantor SMP Negeri 3 Pasarwajo 2010

C.    Keadaan Guru dan Tenaga Administrasi
SMP Negeri 3 Pasarwajo Tahun Pelajaran 2009/2010 memiliki tenaga pengajar sebanyak 39 orang dan pegawai administrasi 4 orang serta guru tidak tetap 4 orang dengan klasifikasi pendidikan dapat dilihat pada tabel 2 berikut :


Tabel 2
Guru dan tenaga admistrasi
No
Tentang Pendidikan
Tentang Kelamin
Jumlah
Laki-Laki
Perempuan
1
Sarjana  (S1)
17
7
24
2
Diploma Tiga (D3)
4
2
6
3
Diploma Dua(D2)
5
1
6
4
PGSMTP
-
1
1
5
SMA Pegawai Tata Usaha
1
1
2
Sumber : Kantor SMP Negeri 3 Pasarwajo Tahun 2010

D.    Keadaan Siswa
SMP Negeri 3 Pasarwajo memiliki siswa 511 orang. Dari jumlah tersebut terdiri dari kelas VII sebanyak 148 siswa, kelas VIII sebanyak 206 dan kelas IX sebanyak 157 orang.
Tabel 3
Keadaan siswa
No
Kelas
Ruangan
jumlah
A
B
C
D
E
F
1
VII
37
37
37
37


148
2
VIII
34
34
35
35
34
34
206
3
IV
31
32
32
31
31

157
T o t a l
511
Sumber : Kantor SMP Negeri 3 Pasarwajo Tahun 2010
E.     Hambatan-Hambatan Guru dalam Melaksanakan Penilaian aspek afektif.
1.      Sulitnya mengembangkan Instrumen Penilaian Aspek Afektif
Seperti halnya dalam menilai aspek kognitif dan aspek psikomotor, untuk menilai aspek afektif yang terdiri dari sikap, minat, konsep diri, dan nilai moral siswa membutuhkan sebuah instrumen (alat) penilaian yang akan digunakan. Dalam menyusun istrumen penilaian aspek afektif, guru IPS di SMP Negeri 3 Pasarwajo mengalami berbagai hambatan, yakni:
1.1.Menentukan spesifikasi instrumen.
Hambatan menentukan spesifikasi instrumen terdiri dari:
·         Instrumen sikap. Untuk mengetahui sikap paserta didik oleh guru IPS di SMP Negeri 3 Pasarwajo terhambat dikarenakan materi untuk bidang studi IPS sangat terbatas jam pembelajarannya sehingga untuk menilai sikap peserta didik terhadap suatu objek misalnya terhadap kegiatan sekolah, mata pelajaran, pendidik dan sebagainnya sangat terbatas.
·         Instrumen minat. Untuk penilaian minat siswa di SMP Negeri 3 Pasawajo, guru IPS mengalami hambatan dimana hampir semua siswa memiliki minat yang sama. Hal ini dikarenakan dalam mengikuti proses belajar mengajar masing-masing siswa cenderung berbaur dengan siswa satu pemikiran diluar proses pembelajaran.
·         Instrumen konsep diri, nilai dan moral. Dalam penilaian ketiga instrumen ini, guru IPS di SMP Negeri 3 Pasarwajo terkendala karena keterbatasan pengetahuan tentang sistem penyusunan, spesifikasi instrumen yang terdiri dari tujuan pengukuran, pembuatan kisi-kisi instrumen, bentuk dan format instrumen, dan panjang instrumen.
1.2.Menulis instrumen dan skala instrumen penulisan objektif.
Dalam menulis instrumen, untuk menentukan instrumen sikap, minat, konsep diri, dan moral oleh guru IPS di SMP    Negeri 3 Pasarwajo sedikit mengalami hambatan terutama dalam penetuan indikator.
Sedangkan hambatan yang dihadapi dalam penentuan skala instrumennya adalah belum adanya format skala instrumen yang ditetapkan di SMP Negeri 3 Pasarwajo sehingga guru-guru IPS masing-masing memambuat skala instrumen sesuai dengan keinginannya, yang menyebabkan tujuan akhir penilaian oleh guru-guru IPS berbeda-beda.
1.3.Menentukan pedoman penskoran dan telaah instrumen.
Sistem penskoran yang digunakan tergantung pada skala pengukuran, hal ini mengalami hambatan karena skala pengukuran yang dipergunakan di SMP Negeri 3 Pasarwajo bermacam-macam yang pada tahap selanjutnya model penskoranpun berbeda pula.
Sedangkan kegiatan pada telaah instrumen yang menjadi hambatan guru IPS di SMP Negeri 3 Pasarwajo juga merupakan hambatan bagi peserta didik di sekolah tersebut yakni terkadang tidak memahami tata bahasa atas pertanyaan yang diajukan dan pada akhirnya peserta didik memberikan jawaban pertanyaan yang tidak diharapkan.
1.4.Merakit instrumen dan uji coba instrumen.
Dalam merakit instrumen. Bagi guru IPS di SMP Negeri 3 Pasawajo tidak begitu menemui kendala yang berarti, karena hanya menetukan format tata letak instrumen dan urutan pertanyaan serta penyusunan instrumen yang sesuai dengan tingkat kemudahan dalam menjawab atau menyusunnya.
Dan yang menjadi permsalahannya pada saat ujicoba instrumen yakni, sampel kelas VII A yang berjumlah 32 siswa kebanyakan responden (peserta didik) dalam mengisi instrumen yang diajukan tidak menggunakan waktu yang seefektif mungkin.
1.5.       Analisis ujicoba, perbaikan instrumen, pelaksanaan serta penafsiran
Untuk hambatan guru IPS di SMP Negeri 3 Pasarwajo dalam menganalisis ujicoba adalah perbandingan yang menggunakan skala terhadap butir pertanyaan yang dapat digolongkan baik atau tidaknya jawaban peserta didik dan perbaikan butir-butir pertnyaan/pernyataan sehingga tidak mengalami kesulitan.
Sedangkan pada pelaksanaan uji coba seringkali jawaban peserta didik saling mengikuti diantara mereka sehingga jawaban kuisioner hampir sama atau mengikuti jawaban peserta didik lain.
Namun untuk penafsiran hasil pengukuran, bagi guru IPS di SMP Negeri 3 Pasarwajo lemah dalam penentuan kategorisasi untuk skor peserta didik dan kategori sikap atau minat
Secara umum hambatan-hambatan guru di SMP Negeri 3 Pasarwajo dalam mengembangkan instrumen penilaian aspek afektif adalah ketidak aktifan sekolah dalam Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) dan kurangnya diskusi dengan teman sejawat di sekolah untuk mengatasi kesulitan tentang hambatan-hambatan yang terjadi serta kurangnya pengetahuan merupakan salah satu penyebab munculnya kesulitan dalam mengembangkan instrumen penilaian aspek afektif.

2.      Sulitnya Mengembangkan Kriteria Penilaian Aspek Afektf.
Dalam menetukan kriteria penilaian sangat tergantung pada karakteristik kompotensi dasar yang telah ditentukan. Demikian juga dengan aspek afektif mempunyai karakteristik tersendiri yang membutuhkan kriteria penilaian. Di SMP Negeri 3 Pasarwajo. Untuk guru IPS menhadapi kesulitan dalam mengembangkan kriteria penilaian aspek afektif yaitu kurikulum yang digunakan tidak memberikan acuan tentang kriteria penilaian aspek afektif di sekolah, disamping itu pula belum adanya kriteria penilaian yang disepakati bersama-sama di sekolah sehingga guru IPS terpadu di SMP Negeri 3 Pasarwajo belum banyak upaya yang dilakukannya selain megikuti kurikulum yang telah ada.
Contoh penilaian mata pelajaran IPS kelas VII SMP yang ada dalam kurikulum (silabus) dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4
Contoh silabus mata pelajaran IPS kelas VII SMP
Kompetensi Dasar
Indikator
Penilaian
Teknik
Bentuk Instrumen
Contoh instrumen
Mendiskripkan pola kegiatan ekonomi penduduk, penggunaan lahan, dan pola pemukiman berdasarkan kondisi fisik permukaan bumi.
Mengidentifikasi mata pencaharian penduduk (pertanian, non pertanian)
Tes lisan
Daftar pertanyaan
Sebutkan macam-macam mata pencaharian penduduk non pertanian
Sumber : Kurikulum IPS SMP

Kurikulum yang digunakan di sekolah hanya mengacu pada penilaian aspek kognitif (terlihat pada silabus mata pelajaran IPS). Berikut ini adalah penilaian aspek afektif menurut skala Likert yang berhubungan dengan mata pelajaran IPS



Minat terhadap pelajaran IPS
SS
S
TS
STS
1.    Pelajaran IPS bermanfaat




2.    Pelajaran IPS sulit




3.    Tidak semua harus belajar IPS




4.    Sekolah saya menyenangkan





Penilaian aspek afektif seperti di atas tidak ada dalam kurikulum (silabus) mata pelajaran IPS. Penilaian seperti inilah yang belum dikembangkan oleh guru SMP Negeri 3 Pasarwajo dan inilah yang merupakan salah satu hambatannya dalam mengembangkan criteria penilaian aspek afektif.
3.      Belum Adanya Kesiapan Guru Untuk Memanfaatkan Angket dan Rubrik Penilaian
Hambatan lain yang dihadapi oleh guru IPS di SMP Negeri 3 Pasarwajo dalam melaksanakan penilaian aspek afektif adalah belum adanya kesiapan guru untuk mngembangkan dan menggunakan angket dan rubrik penilaian. Hal ini disebabkan karena belum tersedianya angket dan rubrik penilaian di sekolah dan selain itu sulitnya mengolah data angket dan rubrik penilaian.
“ Kami berupaya untuk mendapatkan format angket dan rubrik penilain aspek afektif tersebut melalui internet dan dari teman-teman guru dari sekolah lain ” (wawancara guru IPS terpadu, februari 2010).
Untuk mengetahui lebih jelas mengenai hambatan-hambatan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5
Hambatan Guru IPS SMP Negeri 3 Pasarwajo dalam Melaksanakan Penilaian Aspek Afektif Siswa
No
Pertanyaan
Frekuensi
Persentase %
1
Sulitnya mengembangkan instrumen penilaian aspek afektif
4
100
2
Sulitnya mengembangkan kriteria penilaian aspek afektif
4
100
3
Belum adanya kesiapan guru untuk memanfaatkan angket dan rubrik penilaian
4
100
        Sumber : Data angket, diolah 2010

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa 100 persen responden menyatakan hambatan yang dialami dalam melaksanakan penilaian aspek afektif berupa sulitnya mengembangkan instrumen penilaian aspek afektif, sulitnya menentukan kriteria penilaian dan belum adanya kesiapan guru untuk memanfaatkan angket dan rubrik penilaian. Semua hal tersebut menyatakan sulitnya kriteria penilaian aspek afektif.


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A.    Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1.      Ada tiga hambatan yang dominan yang dialami oleh guru IPS di SMP Negeri 3 Pasarwajo dalam melaksanakan penilaian aspek Afektif pada siswa yaitu sulitnya mengembangkan penilaian aspek afektif, sulitnya mengembangkan kriteria penilaian afektif dan belum adanya kesiapan guru untuk memanfaatkan angket dan rublik penilaian.
2.      Dalam menentukan kriteria penilaian sangat tergantung kepada karakteristik kompetensi dasar yang telah ditentukan. Demikian juga dengan aspek afektif yang menyangkut sikap, minat, konsep diri, nilai dan moral yang mempunyai karateristik tersendiri membutuhkan kriteria penilaian yang sesuai dengan karateristik tersebut.

B.     Saran
Adapun saran-saran yang diberikan oleh pengurus adalah sebagai berikut :
1.      Kepada Guru-guru IPS di SMP Negeri 3 Pasarwajo kiranya dapat meningkatkan lagi pemahaman dan kemampuan dalam menilai aspek afektif terutama dalam mengembangkan instrumen penilaian.
2.      Kepada lembaga terkait khususnya Departemen Pendidikan Nasional kiranya dapat memberikan pelatihan-pelatihan kepada guru-guru agar kompetensi guru lebih baik sebagai mana yang diharapkan.


DAFTAR PUSTAKA

Arikunto dan Suharsimin, 2002. Dasar-Dasar evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara: Jakarta.

A.Azis wahab, 1989. Evaluasi Pendidikan PMP. Bandung; LPPMP, FPIPS IKIP.
A. Kosasi Jahiri, 1983. Pengajaran Studi Sosial / IPS (Dasar-dasar Pengertian Metedologi, Model belajar mengajar IPS). Bandung: LPPMP, FPIPS, IKIP

Dadang Sundawa, 2003. Pelaksanaan Pengelolaan Dan Tindak Lanjut PPKN, Depdik.

Mimin Haryati, 2006. Sistem Penilaian Berbasis Kompetensi. gaung persada Press: Jakarta

Muhaimin dan Abdul Mujib, 1993. Pemikiran Pendidikan Islam. Trigenda karya, Bandung

M Chabib Thoha, 1994. Teknik Evaluasi Pendidikan, Raja Grafindo Persada:  Jakarta

Numan Sumantri, 1996, Metode Pengajaran Civics, Jakarta ; Erlangga
Sudjana, Nana, 1998, Penilaian Hasil Belajar Mengajar, Remaja Rosda karya: Bandung.

Sutomo, 1985. Teknik Penilaian Pendidikan, Bina Ilmu: Surabaya
Silvina, 2005. Penilaian Pembelajaran IPA, Depdiknas
Saiful Bahri Djamara, 2002, Strategi Belajar Mengajar,  Rineka cipta: Jakarta
Tim Dosen FIP IKIP Malang, 1980. Pengantar Dasar-Dasar Kependidikan, Surabaya

Udin Saripudin W, 1989. Konsep dan Masalah Pengajaran ilmu sosial di Sekolah menengah, Jakarta: Proyek P2LPTK
                                                                                                                
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
        


2 komentar:

  1. assalamualaikum, boleh minta informasi ndak, ini skripsi penyusunnya siapa ya >? kemudian tahun berapa,,,terimakasih

    BalasHapus