BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kedudukan
dan peranan pegawai dalam suatu instansi atau organisasi sangat menentukan perputaran roda kehidupan instansi atau organisasi itu sendiri. Dalam
hal ini, pegawai merupakan unsur penggerak proses penyelenggaraan seluruh
program kegiatan dalam rangka pencapaian tujuan yang ingin di capai dalam suatu
organisasi pada khususnya dan tujuan pembangunan nasional pada umumnya. Salah
satu tujuan pembangunan nasional yaitu usaha peningkatan kualitas manusia
dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memperhatikan
tantangan perkembangan global dewasa ini.
Terbatasnya
sumber daya manusia yang berkualitas menuntut seluruh kawasan didunia tidak
terkecuali bangsa Indonesia untuk meningkatkan sumber daya manusianya kearah
yang lebih baik lagi dalam hal peningkatan mutu pegawai untuk menunjang
keberhasilan suatu instansi atau organisasi
dan menunjang pembangunan nasional. Dilihat dari perkembangan dunia
sekarang ini yang dipenuhi dengan era globalisasi, Peranan seorang pegawai
dalam suatu organisasi sangatlah penting. Dimana dalam hal ini, apabila sebuah
instansi tidak memiliki kualitas sumber daya manusia yang berkualitas, maka
hasil yang diperoleh juga akan berdampak negatif pada kelanjutan hidup instansi
atau organisasi itu sendiri.
Untuk
meningkatkan kualitas sumber daya tersebut, maka dibutuhkan pembinaan pegawai
yang bertujuan untuk mewujudkan citra seorang pegawai yang penuh kesetiaan dan
ketaatan kepada Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah, bersatu padu,
berhasil guna, berkualitas tinggi dan sadar akan tanggung jawabnya sebagai
unsur penentu dalam suatu organisasi, abdi Negara dan abdi masyarakat.
Citra
seorang pegawai yang diuraikan di atas sangatlah penting untuk dilaksanakan
dengan pertimbangan bahwa kelancaran perputaran roda kehidupan suatu instansi
atau organisasi dan pelaksanaan pembangunan nasional tergantung pada
kesempurnaan aparat pelaksana. Sementara kesempurnaan aparat pelaksana itu
tergantung pada kesempurnaan pegawai itu sendiri yang harus memiliki kemampuan
dalam melaksanakan tugasnya sebagai nakhoda yang menentukan kemana arah
organisasi itu akan dibawa.
Kinerja pegawai menjadi tolak ukur
bagi keberhasilan pegawai dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan yang menjadi
tanggung jawabnya, dan apabila terjadi penurunan kinerja, maka harus diupayakan
untuk mencari faktor penyebabnya, kemudian dicarikan pemecahan masalahnya agar
tidak menjadi berlarut-larut yang nantinya dapat menghambat pencapaian tujuan.
Gejala
penurunan kinerja pegawai dilihat dari sikap terhadap pekerjaannya, seperti
penyelesaian tugas pekerjaan yang sering terlambat, kurangnya tanggung jawab
atas pekerjaan, hasil kerja yang diperoleh tidak maksimal karena tidak
terpenuhinya hasil kerja sesuai dengan standar atau target yang diharapkan yang
pada akhirnya dapat mengakibatkan rendahnya mutu pelayanan.
Banyaknya tugas atau pekerjaan yang harus
dilaksanakan oleh seorang pegawai di lingkungan kantor PT PLN (PERSERO) Wilayah
SULSELTRABAR Unit Sektor Tello di kota Makassar menuntut para pegawainya untuk
menguasai tugas dan tanggung jawab serta memacu diri dalam meningkatkan
kemampuan kerjanya, sehingga keberadaannya sebagai pegawai dapat berperan aktif secara
profesional dalam melaksanakan tugas-tugas melayani, merencanakan,
mengimplementasikan dan mengevaluasi
seluruh kegiatan yang bertujuan untuk memajukan instansi atau organisasi
dan memajukan pembangunan nasional. Untuk menciptakan sumber daya manusia
seperti itu, diupayakan pengembangan dan peningkatan kinerja pegawai secara
terencana dan terorganisasi agar tercipta profesionalisme kerja dan semangat
pengabdian yang tinggi.
Dalam
pelaksanaan, pembinaan, dan peningkatan kinerja pegawai pada kantor PT PLN (PERSERO) Wilayah SULSELTRABAR
Unit Sektor Tello di kota Makassar, yang menjadi perhatian dan fenomena yang
terjadi di lapang sehingga penelitian ini dianggap perlu untuk dilakukan yaitu
adanya penempatan pegawai yang tidak sesuai dengan kemampuan dan latar belakang
pendidikannya, sebagai contoh, berdasarkan hasil pengamatan penulis pada
pra-penelitian masih terdapat adanya pegawai yang disiplin ilmu atau latar
belakang pendidikannya berasal dari bidang ilmu yang tidak sesuai dengan bidang
ilmu yang menangani masalah administrasi dan kepegawaian, namun mereka ditempatkan
pada bagian tersebut. ketidakaturan penempatan pegawai inilah yang nantinya
dapat berdampak pada gejala penurunan kinerja pegawai.
Sehubungan
dengan fenomena tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti Dengan
menitikberatkan pada bagaimana pengaruh motivasi dan pelatihan kerja terhadap
peningkatan kinerja pegawai pada kantor PT PLN (PERSERO) Wilayah SULSELTRABAR
Unit Sektor Tello Di Kota Makassar.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang
tersebut, maka permasalahan yang akan di bahas dalam penelitian ini adalah
bagaimana pengaruh motivasi dan pelatihan kerja
terhadap kinerja pegawai pada kantor PT PLN (PERSERO) Wilayah SULSELTRABAR Unit
Sektor Tello Di Kota Makassar.
C.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, maka
tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh motivasi
dan pelatihan kerja terhadap kinerja pegawai pada kantor PT PLN (PERSERO)
Wilayah SULSELTRABAR Unit Sektor Tello Di Kota Makassar.
D.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah
untuk:
1. Bahan masukan bagi PT PT PLN (PERSERO)
Wilayah SULSELTRABAR Unit Sektor Tello Di Kota Makassar dalam masalah motivasi dan pelatihan kerja
karyawan dan pengaruhnya terhadap kinerja karyawan.
2. Menambah khasanah keilmuan khususnya
manajemen sumber daya manusia, yang berkaitan dengan motivasi dan pelatihan
kerja dalam meningkatkan kinerja karyawan khususnya di PT PT PLN (PERSERO)
Wilayah SULSELTRABAR Unit Sektor Tello Di Kota Makassar dan perusahaan di bidang lainnya pada umumnya.
3. Menambah khasanah dan memperkaya penelitian
lmiah di kampus Pascasarjana Universitas Indonesia Timur Makassar, khususnya
pada Program Studi Magister Ilmu Manajemen.
4. Untuk peneliti menambah wawasan keilmuan tentang manajemen sumber daya manusia,
khususnya tentang motivasi, pelatihan kerja dan kinerja karyawan.
5. Sebagai bahan referensi untuk peneliti
selanjutnya yang tertarik tentang motivasi, pelatihan kerja dan kinerja
karyawan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA KONSEPTUAL
A. TINJAUAN PUSTAKA
- Pengertian Motivasi
Secara
psikologis, aspek yang sangat penting dalam kepemimpinan kerja adalah sejauh
mana pimpinan mampu mempengaruhi motivasi kerja sumber daya manusia yang
dimiliki agar mampu bekerja produktif dengan penuh tanggung jawab.
Hal ini karena beberapa alasan antara lain:
1.
Karyawan harus senantiasa didorong untuk bekerja sama dalam organisasi
2.
Karyawan harus senantiasa didorong untuk bekerja dan berusaha sesuai
dengan tuntutan kerja.
3. Motivasi karyawan merupakan aspek yang
sangat penting dalam memelihara dan mengembangkan sumber daya manusia dalam
organisasi. Teori motivasi
dipahami agar pimpinan mampu mengidentifikasi apa yang memotivasi karyawan
bekerja, hubungan perilaku kerja dengan motivasinya, dan mengapa karyawan
berprestasi tinggi.
Teori
motivasi dalam penelitian ini didasarkan pada Teori Berprestasi (Achievement
Theory ) Prof. DR. David C.McClelland (Mangkunegara, 2005) seorang ahli
psikologi bangsa Amerika dari Universitas Harvard, dalam teori motivasinya
mengemukakan bahwa produktivitas seseorang sangat ditentukan oleh “virus
mental” yang ada pada dirinya. Virus mental adalah kondisi jiwa yang mendorong
seseorang untuk mampu mencapai prestasinya secara maksimal. Virus mental yang
dimaksud terdiri dari tiga dorongan kebutuhan, yaitu:
a. Kebutuhan untuk berprestasi ( Need of
achievement ), merupakan kebutuhan untuk mencapai sukses, yang diukur
berdasarkan standar kesempatan dalam diri seseorang. Kebutuhan ini berhubungan
erat dengan pekerjaan dan mengarahkan
tingkah laku pada usaha untuk mencapai prestasi tertentu.
b.
Kebutuhan berafiliasi ( Need for affiliation ), merupakan
kebutuhan akan
kehangatan dan sokongan dalam hubungannya
dengan orang lain. Kebutuhan ini mengarahkan tingkah laku untuk mengadakan
hubungan secara akrab dengan orang lain.
c.
Kebutuhan kekuatan ( Need for power ), merupakan kebutuhan untuk
menguasai dan mempengaruhi situasi dan orang lain agar menjadi dominan dan
pengontrol. Kebutuhan ini menyebabkan orang yang bersangkutan kurang
memperdulikan perasaan orang lain.
Berdasarkan
teori McClelland tersebut sangat penting dibinanya virus
mental manajer dengan cara mengembangkan potensi karyawan melalui lingkungan
kerja secara efektif agar terwujudnya produktivitas perusahaan yang berkualitas
tinggi dan tercapainya tujuan utama organisasi.
Atas dasar teori McClelland’s
Achievement Motivation Theory
tersebut dapat disimpulkan ada
tiga faktor atau dimensi dari motivasi, yaitu motif, harapan dan insentif. Ketiga dimensi dari motivasi tersebut
diuraikan secara singkat pada bahasan berikut.
a.
Motif
Motif
adalah suatu prangsang keinginan dan daya penggerak kemauan bekerja. Setiap
motif mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai. Suatu dorongan di dalam
diri setiap orang, tingkatan alasan atau motif-motif yang menggerakkan tersebut
menggambarkan tingkat untuk menempuh sesuatu.
b. Harapan merupakan kemungkinan mencapai
sesuatu dengan aksi tertentu.
Seorang
karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya tinggi bila karyawan
meyakini upaya tersebut akan menghantar ke suatu penilaian kinerjayang baik;
suatu penilaian yang baik akan mendorong ganjaran-ganjaran organisasional
(memberikan harapan kepada karyawan) seperti bonus, kenaikan gaji, atau
promosi; dan ganjaran itu akan memuaskan tujuan pribadi karyawan.
c.
Insentif .
Insentif
yang diberikan kepada karyawan sangat berpengaruh terhadap motivasi dan
produktivitas kerja. Hal ini sesuai dengan Edwin Locke (Mangkunegara, 2005: 74)
yang menyimpulkan bahwa insentif berupa uang jika pemberiannya dikaitkan dengan
tujuan pelaksanaan tugas sangat berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas
kerja karyawan. Pimpinan perlu membuat perencanaan pemberian insentif dalam
bentuk uang yang memadai agar karyawan terpacu motivasi kerjanya dan mampu
mencapai produktivitas kerja maksimal.
Istilah motivasi, dalam kehidupan
sehari-hari memiliki pengertian yang beragam baik yang berhubungan dengan
perilaku individu maupun perilaku
organisasi. Namun, apapun pengertiannya
motivasi merupakan unsur penting dalam diri manusia, yang berperan mewujudkan
keberhasilan dalam usaha atau pekerjaan manusia. Dasar utama pelaksanaan
motivasi oleh seorang pimpinan adalah pengetahuan dan perhatian terhadap
perilaku manusia yang dipimpinnya sebagai suatu faktor penentu keberhasilan
organisasi.
Motivasi menurut Hasibuan (2001: 219) adalah
pemberian daya penggerak yang
menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mau bekerja sama, bekerja efektif
dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan.
Pengertian motivasi menurut Handoko (1992: 9),
yaitu suatu tenaga atau faktor yang terdapat di dalam diri manusia, yang
menimbulkan, mengarahkan dan mengorganisasikan tingkah lakunya.
Berbagai
hal yang terkandung dalam definisi motivasi menurut Siagian (1995: 142) memiliki tiga komponen
utama, yaitu:
1.
Kebutuhan.
Kebutuhan
timbul dalam diri seseorang apabila or ang tersebut merasa ada kekurangan dari
dalam dirinya. Menur ut pengertian homeostatik, kebutuhan timbul atau
diciptakan apabila dirasakan adanya ketidakseimbangan antara apa yang dimiliki,
baik dalam arti fisiologis maupun psikologis.
2.
Dorongan.
Usaha
untuk mengatasi ketidakseimbangan biasanya menimbulkan dorongan. Hal tersebut
merupakan usaha pemenuhan kekurangan secara terarah yang berorientasi pada
tindakan tertentu yang secara sadar dilakukan oleh seseorang yang dapat
bersumber dari dalam maupun dari luar diri orang tersebut.
3.
Tujuan.
Tujuan,
adalah segala sesuatu yang menghilangkan kebutuhan dan mengurangi dorongan.
Mencapai tujuan, berarti mengembalikan keseimbangan dalam diri seseorang, baik bersifat fisiologis maupun bersifat
psikologis. Tercapainya tujuan akan mengurangi atau bahkan menghilangkan
dorongan tertentu untuk berbuat sesuatu.
Beberapa
pengertian motivasi yang dikemukakan oleh para ahli tersebut dapat dinyatakan
bahwa motivasi kerja terbentuk dari adanya kebutuhan, sikap ( attitude )
yang mendorong karyawan agar lebih bersemangat dan bergairah dalam menghadapi
situasi kerja di perusahaan. Motivasi kerja merupakan kondisi atau energi yang
menggerakkan diri karyawan yang terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan
organisasi perusahaan.
- Pengertian Pelatihan
Pelatihan
adalah suatu kegiatan untuk memperbaiki kemampuan kerja seseorang dalam
kaitannya dengan aktivitas ekonomi. Pelatihan membantu karyawan dalam memahami
suatu pengetahuan praktis dan penerapannya, guna meningkatkan keterampilan,
kecakapan, dan sikap yang diperlukan organisasi dalam usaha mencapai.
Menurut
Siagian (1988: 175) defenisi pelatihan adalah:
Proses belajar mengajar dengan menggunakan teknik dan
metoda tertentu secara konsepsional dapat dikatakan bahwa latihan dimaksudkan
untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan kerja seseorang atau sekelompok
orang.
Biasanya
yang sudah bekerja pada suatu organisasi yang efisiensi, efektivitas dan
produktivitas kerjanya dirasakan perlu untuk dapat ditingkatkan secara terarah
dan pragmatik. Pelaksanaan pelatihan dimaksudkan untuk mendapatkan tenaga kerja
yang memiliki pengetahuan, keterampilan yang baik, kemampuan dan sikap yang baik untuk mengisi jabatan
pekerjaan yang tersedia dengan produktivitas kerja yang tinggi, yang mampu
menghasilkan hasil kerja yang baik. Kebutuhan untuk setiap pekerja sangat
beragam, untuk itu pelatihan perlu dipersiapkan dan dilaksanakan sesuai dengan
bidang pekerjaannya, dengan demikian pekerjaan yang dihadapi akan dapat
dikerjakan dengan lancar sesuai dengan prosedur yang benar.
Moekijat
(1991: 4) mengatakan pelatihan sebagai berikut: Pelatihan diperlukan untuk membantu pegawai menambah kecakapan dan
pengetahuan yang berhubungan erat dengan pekerjaan di mana pegawai tersebut
bekerja.
Terdapat
tiga syarat yang harus dipenuhi agar suatu kegiatan dapat disebut latihan,
yaitu:
(a) Latihan harus membantu pegawai menambah
kemampuannya.
(b) Latihan harus menimbulkan perubahan
dalam kebiasaan, dalam informasi, dan pengetahuan yang ia terapkan dalam
pekerjaannya sehari-hari.
(c) Latihan harus berhubungan dengan
pekerjaan tertentu yang sedang dilaksanakan ataupun pekerjaan yang akan
diberikan pada masa yang akan datang.
Pernyataan-pernyataan
tentang pelatihan di atas mengungkapkan bahwa pelatihan adalah suatu kegiatan
untuk memperbaiki kemampuan kerja seseorang dalam kaitannya dengan aktivitas
ekonomi yang dapat membantu karyawan dalam memahami suatu pengetahuan praktis
dan penerapannya guna meningkatkan
pengetahuan, keterampilan, kecakapan serta sikap seseorang yang
diperlukan organisasi dalam mencapai tujuan yang juga harus disesuaikan dengan
tuntutan pekerjaan yang akan di emban oleh seorang karyawan.
- Analisis Kebutuhan Pelatihan ( Training Needs Analysis )
Untuk
menghindari terjadinya pemberian suatu pelatihan yang tidak tepat yang akan
berakibat pada penggunaan waktu dan uang perusahan yang sia -sia, maka perlu
dilakukan identifikasi kebutuhan pelatihan. Analisis kebutuhan pelatihan ini
berguna sebagai pondasi bagi keseluruhan upaya pelatihan.
Analisis kebutuhan pelatihan ini
merupakan usaha-usaha yang sistematis
untuk mengumpulkan informasi pada permasalahan kinerja dalam organisasi dan untuk mengoreksi kekurangan-kekurangan
kinerja (performance deficiencies ).
Simamora (2001:65), mengemukakan bahwa :
Kekurangan-kekurangan kinerja berkenaan dengan
ketidakcocokan antara perilaku aktual dengan perilaku yang diharapkan.
Kesenjangan ini merupakan suatu perbedaan antara perilaku aktual karyawan yang
meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap dengan perilaku karyawan yang
diharapkan oleh perusahaan untuk menyelesaikan berbagai tugas atau pekerjaan
yang dibebankan kepada karyawan sehingga untuk mengatasi adanya kesenjangan
kompetensi individu tersebut, maka perusahaan melaksanakan program pelatihan.
Berkaitan dengan kebutuhan pelatihan
tersebut, maka harus diketahui pengetahuan dan keterampilan apa saja yang
dibutuhkan karyawan untuk bekerja dan pengetahuan serta keterampilan apa saja
yang telah dimiliki karyawan.
Menurut Dale (2003: 35), pengetahuan yang
dimiliki oleh seseorang bisa dikategorikan dalam dua jenis, yaitu: pengetahuan
yang disadari, dan pengetahuan yang tidak disadari.
Ketika seeorang menjalani kehidupannya,
orang tersebut akan mengumpulkan dan mempelajari fakta, menyaksikan peristiwa
dan mendapatkan potongan-potongan informasi lain yang kemudian akan ditambahkan
ke dalam simpanan kognitifnya.
Semua ini akan membentuk memori dan diakses
ketika yang bersangkutan memproses informasi baru dan/atau mempersiapkan reaksi
terhadap suatu situasi atau orang lain. Ada pula pengetahuan yang berkaitan
dengan pekerjaan atau situasi khusus yang diperoleh melalui pendidikan atau
pelatihan untuk menjalankan tugas atau serangkaian tugas.
Dale juga berpendapat (2003: 29),
keterampilan ialah aspek perilaku yang
bisa dipelajari dan ditingkatkan melalui latihan yang digunakan untuk memenuhi
tuntutan pekerjaan yang tidak bisa diperoleh melalui pendidikan formal, karena
dalam penerapannya pada tugas tertentu menuntut kemampuan pribadi
masing-masing.
Keterampilan yang diwujudkan tersebut
menurut Riduwan (2006: 256). antara
lain keterampilan dalam menjalankan tugas dan keterampilan mengadakan variasi.
- Keterampilan Menjalankan Tugas
Pada proses pekerjaan di lapangan para
karyawan sebagai pelaksana kegiatan operasional
mengalami hal-hal yang luas dan kompleks, sehingga pegawai harus
dibekali pengetahuan dan keterampilan yang mantap dan handal. Pimpinan yang
baik akan memberikan bekal pengetahuan dan keterampilan agar para karyawan
sebagai bisa menjalankan pekerjaannya dengan sebaik-baiknya sebagai berikut:
a.
Meningkatkan partisipasi dalam volume pekerjaan
b.
Membangkitkan minat dan rasa ingin tahu pegawai terhadap sesuatu
c.
Masalah yang sedang dihadapi atau sedang dibicarakan.
d.
Mengembangkan pola berpikir pegawai dan cara bekerja yang baik
e.
Menuntun proses berpikir karyawan agar dapat bekerja lebih baik
f.
Membantu pimpinan dalam meningkatkan kinerja karyawan
g. Memusatkan perhatian pegawai terhadap
masalah-masalah yang sedang ditangani di lapangan.
- Keterampilan Mengadakan Variasi ( Variation Skill )
Variasi pemberian rangsangan (motif) pegawai
adalah suatu kegiatan pimpinan dalam konteks proses interaksi pekerjaan atau
tugas di lapangan yang ditujukan untuk mengatasi kebosanan pegawai sehingga
dalam situasi melaksanakan pekerjaan, pegawai senantiasa menunjukkan disiplin,
kejujuran, tanggung jawab, antusiasme, serta penuh partisipasi.
Secara garis besar tujuan dan manfaat variation skillI adalah sebagai berikut:
a. Menimbulkan dan meningkatkan perhatian
pegawai kepada aspek tugas dan tanggung jawab yang diemban yang relevan dengan
tugas dan fungsi pegawai.
b. Memberikan kesempatan bagi berkembangnya
bakat atau prakarsa pegawai yang ingin mengetahui dan menyelidiki pada
pekerjaan atau job yang baru.
c.
Memupuk tingkah laku yang positif terhadap pimpinan dan
instansi/lembaga dengan berbagai cara pekerjaan yang lebih hidup dan bervariasi
di lingkungan kerja dengan lebih baik.
d. Memberikan kesempatan kepada pegawai untuk
memperoleh cara menyerap pengarahan pimpinan yang menjadi tugas dan fungsinya
sebagai seorang pegawai yang baik. Kemampuan merupakan ungkapan dan perwujudan
diri individu termasuk kebutuhan pokok manusia yang bisa terwujud memberikan
rasa kepuasan dan rasa keberhasilan yang mendalam. Kemampuan dapat menentukan dan meningkatkan
makna hidup manusia dengan segala kompleksitas dan problemnya juga keindahannya
(Riduwan, 2006: 252).
Menurut Campbel yang disadur oleh
Mangunhardjana (Riduwan, 2006: 253), ciri pegawai yang memiliki kemampuan adalah
sebagai berikut:
1.
Kelincahan mental berpikir dari segala arah
Kelicahan mental adalah kemampuan untuk
bermain-main dengan ide-ide atau gagasan-gagasan, konsep, kata-kata dan
sebagainya. Berpikir dari segala arah ( convergent thinking ) adalah
kemampuan untuk melihat masalah atau perkara dari berbagai arah, segi dan
mengunpulkan berbagai fakta yang penting dan mengarahkan fakta itu pada masalah
atau perkara yang dihadapi, sedangkan kelincahan mental-berpikir ke segala arah
( divergent thinking ) adalah kemampuan untuk berpikir dari ide atau
gagasan, menyebar ke segala arah.
2.
Fleksibilitas konsep
Fleksibilitas konsep ( conceptual
flexibility ) adalah kemampuan untuk secara spontan mengganti cara
memandang, pendekatan, kerja yang tidak jalan.
3.
Orisinalitas
Orisinalitas ( originality ) adalah
kemampuan untuk mengeluarkan ide, gagasan, pemecahan, cara kerja yang tidak
lazim, (meski tidak selalu baik), yang jarang bahkan mengejutkan.
4.
Lebih menyukai kompleksitas daripada simplisitas
Orang yang kreatif dan mampu itu lebih
menyukai kerumitan dari pada kemudahan dengan maksud untuk memperkaya dan
memperluas cakrawala berpikir.
5.
Orang yang kreatif mengatur rasa ingin tahunya secara baik,
intelektualnya giat bekerja dan dinamis.
6. Orang yang berani berpikir dan
berprasangka terhadap masalah yang menantang.
7.
Orang yang terbuka dan menerima informasi, misalnya meminta informasi
dari rekannya untuk keperluan memecahkan masalah.
8.
Orang yang matang dan konseptual melalui penelitian dalam menghadapi
masalah
9.Orang yang mandiri ( independent ).
Ia bekerja sendiri tanpa menggantungkan pada orang lain.
- Pengertian Kinerja
Pada dasarnya kebutuhan hidup manusia tersebut tidak hanya berupa
material, tetapi juga bersifat nonmaterial, seperti kebanggaan dan kepuasan
kerja. Tiap individu cenderung akan dihadapkan pada hal-hal yang mungkin tidak
diduga sebelumnya di dalam proses mencapai kebutuhan yang diinginkan sehingga
melalui bekerja dan pertumbuhan pengalaman, seseorang akan memperoleh kemajuan
dalam hidupnya. Seseorang dapat dilihat bagaimana kinerjanya adalah dalam
proses bekerja tersebut.
Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang
secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas
dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target
atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati
bersama (Rivai & Basri, 2005: 14).
Menurut
Hersey and Blanchard, kinerja adalah :
suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan. Untuk
menyelesaikan tugas atau pekerjaan, seseorang harus memiliki derajat kesediaan
dan tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan keterampilan seseorang tidaklah
cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan
dan bagaimana mengerjakannya.
(Rivai
dan Basri, 2005: 15), mengemukakan Ada tiga alasan pokok perlunya mengadakan
penilaian terhadap kinerja karyawan yaitu :
1. Untuk mendorong perilaku yang baik atau memperbaiki
serta mengikis kinerja (prestasi) di bawah standar. Orang-orang yang berkinerja
baik mengharapkan imbalan, walau sekedar pujian.
2. Untuk memuaskan rasa ingin tahu karyawan tentang
seberapa baik kerja karyawan. Setiap
orang memiliki dorongan ilmiah untuk ingin mengetahui seberapa cocok seseorang
dengan organisasi tempat orang tersebut bekerja. Seorang karyawan mungkin tidak
suka dinilai, tetapi dorongan untuk mengetahui hasil penilaian ternyata sangat
kuat.
- Untuk memberikan landasan yang kuat bagi pengambilan keputusan selanjutnya sehubungan dengan karir seorang karyawan. Hal-hal seperti kenaikan gaji, promosi, pemindahan atau pemberhentian dapat ditangani dengan lebih baik bila karyawan telah mengetahui kemungkinan itu sebelumnya.
- Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pencapaian Kinerja
Kinerja
( performance ) dipengaruhi oleh tiga faktor:
1.
Faktor individual yang terdiri dari kemampuan dan keahlian, latar
belakang, dan demografi.
2.
Faktor psikologis yang terdiri dari persepsi, attitude (sikap), personality
(kepribadian), pembelajaran, dan motivasi.
4. Faktor organisasi yang terdiri dari sumber
daya, kepemimpinan, penghargaan, struktur, dan job design (Mangkunegara, 2005:
14).
Menurut
A. Dale Timple (Mangkunegara, 2005:15), faktor-faktor kinerja terdiri dari
faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor
internal (disposisional), yaitu faktor yang dihubungkan dengan sifat-sifat
seseorang. Faktor eksternal, yaitu
faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang yang berasal dari lingkungan,
seperti perilaku, sikap, dan tindakan-tindakan rekan kerja, bawahan atau
pimpinan, fasilitas kerja, dan iklim organisasi. Faktor-faktor internal dan eksternal ini
merupakan jenis-jenis atribusi yang mempengaruhi kinerja seseorang.
Menurut
Mangkunegara (2005: 16-17), faktor penentu prestasi kerja individu dalam
organisasi adalah faktor individu dan
faktor lingkungan.
1.
Faktor Individu
Secara
psikologis, individu yang normal adalah individu yang memiliki integritas yang
tinggi antara fungsi psikis dan fisiknya. Konsentrasi yang baik ini merupakan
modal utama individu untuk mampu mengelola dan mendayagunakan potensi dirinya
secara optimal dalam melaksanakan kegiatan atau aktivitas kerja sehari-hari
dalam mencapai tujuan organisasi.
2.
Faktor Lingkungan
Faktor
lingkungan kerja organisasi sangat menunjang bagi individu dalam mencapai
prestasi kerja. Faktor lingkungan organisasi yang dimaksud antara lain uraian
jabatan yang jelas, autoritas yang memadai, target kerja yang menantang, pola
komunikasi kerja efektif, hubungan kerja harmonis, iklim kerja respek dan
dinamis, peluang berkarier dan fasilitas kerja yang relatif memadai.
- Penilaian Kinerja
Untuk mendapatkan informasi atas
kinerja pegawai, maka ada beberapa pihak baik itu perorangan ataupun kelompok
yang biasanya melakukan penilaian atas kinerja karyawan/pegawai.
Menurut
Robbins (2001: 260), ada lima pihak yang dapat melakukan penilaian kinerja
karyawan, yaitu:
1.
Atasan langsung
Sekira
96% dari semua evalusi kinerja pada tingkat bawah dan menengah dari organisasi
dijalankan oleh atasan langsung karyawan itu karena atasan langsung yang
memberikan pekerjaan dan paling tahu kinerja karyawannya.
2.
Rekan sekerja
Penilaian
kinerja yang dilakukan oleh rekan sekerja dilaksanakan dengan pertimbangan :
a. Rekan sekerja dekat dengan tindakan.
Interaksi sehari-hari memberikan kepada karyawan pandangan menyeluruh terhadap
kinerja seseorang karyawan dalam pekerjaan.
b. Dengan menggunakan rekan sekerja sebagai
penilai menghasilkan sejumlah penilaian yang independen.
3.
Evaluasi diri
Evaluasi
ini cenderung mengurangi kedefensifan para karyawan mengenai proses penilaian,
dan evaluasi ini merupakan sarana yang unggul untuk merangsang pembahasan
kinerja karyawan dan atasan karyawan.
4.
Bawahan langsung
Penilaian
kinerja karyawan oleh bawahan langsung dapat memberikan informasi yang tepat dan rinci mengenai
perilaku seorang atasan karena lazimnya penilai mempunyai kontak yang sering dengan yang dinilai.
5.
Pendekatan menyeluruh: 360 – derajat
Penilaian
kinerja karyawan dilakukan oleh atasan,
pelanggan, rekan sekerja, dan bawahan. Penilaian kienrja ini cocok di dalam
organisasi yang memperkenalkan tim. Berdasarkan uraian mengenai siapa yang
biasanya menilai kinerja karyawan dalam organisasi dan dengan mempertimbangkan
berbagai hal, maka dalam penelititan ini, penilaian kinerja karyawan/pegawai
dilakukan oleh atasan karyawan ( supervisory appraisal ).
- Dimensi Kinerja
Untuk
mengetahui kinerja karyawan dalam melaksanakan tugas-tugas yang menjadi
tanggung jawab karyawan, maka perlu dilakukan penilaian terhadap kinerja
karyawan. Penilaian kinerja bertujuan untuk menilai seberapa baik karyawan telah
melaksanakan pekerjaannya dan apa yang harus mereka lakukan untuk menjadi lebih
baik di masa mendatang. Ini dilaksanakan
dengan merujuk pada isi pekerjaan yang mereka lakukan dan apa yang mereka
harapkan untuk mencapai setiap aspek
dari pekerjaan mereka. Isi dari suatu pekerjaan merupakan dasar tetap untuk
perumusan sasaran yang akan dicapai dari suatu tugas utama yang dapat
dirumuskan sebagai target kuantitas,
standar kinerja suatu tugas atau proyek tertentu untuk diselesaikan (Rivai dan
Basri, 2005: 77).
Dimensi
yang dipergunakan di dalam melakukan penilaian kinerja karyawan menurut
Prawirosentono (1999: 236) sebagai berikut:
1. Pengetahuan atas pekerjaan, kejelasan pengetahuan
atas tanggung jawab pekerjaan yang
menjadi tugas karyawan.
2. Perencanaan
dan organisasi, kemampuan membuat rencana pekerjaan meliputi jadwal dan urutan
pekerjaan, sehingga tercapai efisiensi dan efektivitas.
3. Mutu
pekerjaan, ketelitian dan ketepatan pekerjaan.
4. Produktivitas, jumlah pekerjaan yang dihasilkan
dibandingkan dengan waktu yang digunakan.
5. Pengetahuan teknis, dasar teknis dan kepraktisan
sehingga pekerjaannya mendekati
standar kinerja.
6. Judgement , kebijakan naluriah dan kemampuan
menyimpulkan tugas sehingga tujuan organisasi tercapai.
7. Komunikasi,
kemampuan berhubungan secara lisan dengan orang lain.
8. Kerjasama,
kemampuan bekerja sama dengan orang lain dan sikap yang konstruktif dalam tim.
9. Kehadiran
dalam rapat, kemampuan dan keikutsertaan
(partisipasi) dalam rapat berupa pendapat
atau ide.
10. Manajemen proyek, kemampuan mengelola proyek, baik
membina tim, membuat jadwal kerja,
anggaran dan menciptakan hubungan baik antar karyawan.
11.Kepemimpinan, kemampuan mengarahkan dan membimbing
bawahan, sehingga tercipta efisiensi dan efektivitas.
12. Kemampuan memperbaiki diri sendiri, kemampuan
memperbaiki diri dengan studi lanjutan
atau kursus-kursus.
Berdasarkan
teori tentang kinerja tersebut, maka dalam penelitian ini dimensi kinerja yang
akan dipakai adalah dimensi kuantitas kerja, kualitas kerja, kerja sama,
pemahaman terhadap tugas, inisiatif, disiplin, tanggung jawab dan kehandalan.
- Kerangka Konseptual
Dari beberapa
uraian pemikiran yang telah dijelaskan diatas dapat
diperjelas melalui variabel
pengaruh gaya motivasi dan
pelatihan kerja terhadap
kinerja pegawai pada kantor PT PLN (PERSERO) Wilayah
SULSELTRABAR Unit Sektor Tello Di Kota Makassar, secara skematis digambarkan seperti pada
gambar dibawah ini:
Gambar I.1 Kerangka Berpikir
- Hipotesis
Berdasarkan
pada permasalahan yang telah diuraikan terdahulu, maka dapat dikemukakan
hipotesis sebagai berikut :
“
Motivasi dan Pelatihan kerja berpengaruh Signifikan terhadap kinerja pegawai
pada kantor PT PLN (PERSERO) Wilayah SULSELTRABAR unit sektor Tello di kota
Makassar”.
BAB III
METODE
PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian
ini dilaksanakan di Kantor PT PLN (PERSERO) Wilayah SULSELTRABAR Unit Sektor
Tello di kota Makassar. Penelitian ini dimulai pada bulan Maret 2012 dan
berakhir pada bulan April 2012.
B. Metode Penelitian
Pendekatan
penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif,
jenis penelitiannya adalah survei sedangkan metodenya, yaitu deskriptif
analitis. Data dikumpulkan melalui wawancara dan pengisian angket. Melaluipenelitian
ini diharapkan dapat diketahui pengaruh pelatihan dan motivasi kerja karyawan
terhadap kinerja karyawan pada Kantor PT PLN (PERSERO) Wilayah SULSELTRABAR
Unit Sektor Tello di kota Makassar
C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
- Variabel Penelitian
Variabel
penelitian adalah hal-hal
yang dapat membedakan
atau membawa variasi pada
nilai (Sekaran, 2006).
Penelitian ini menggunakan
dua variabel yaitu variabel independen dan variabel
dependen.
1)
Variabel terikat ( Dependent Variable )
Variabel
dependen merupakan variabel
yang menjadi pusat
perhatian peneliti. Hakekat sebuah
masalah, mudah terlihat
dengan mengenali berbagai
variabel dependen yang digunakan
dalam sebuah model
(Ferdinand, 2006). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel
terikat adalah kinerja kar yawan (Y).
2)
Variabel bebas ( Independent Variable )
Variabel
independen adalah variabel
yang mempengaruhi variabel
dependen, baik yang pengaruhnya
positif maupun yang
pengaruhnya negatif (Ferdinand, 2006).
Sebagai variabel bebas dalam penelitian ini
adalah:
- Motivasi (X1)
- Pelatihan (X2)
- Definisi Operasional Variabel
Definisi
operasional yang digunakan
dalam penelitian ini
kemudian diuraikan menjadi
indikator empiris yang meliputi:
1.
Kinerja karyawan
Kinerja
karyawan adalah perbandingan
hasil kerja nyata
karyawan dengan standar kerja
yang telah ditetapkan
oleh perusahaan. Beberapa
indikator untuk mengukur sejauh
mana pegawai mencapai
suatu kinerja secara
individual menurut (Bernadin,
1993 dalam Crimson Sitanggang, 2005) adalah sebagai berikut:
- Kualitas: Tingkat dimana hasil aktifitas yang dilakukan mendekati sempurna dalam arti menyesuaikan beberapa cara ideal dari penampilan aktifitas ataupun memenuhi tujuan yang diharapkan dari suatu aktifitas.
- Kuantitas: Jumlah yang dihasilkan dalam istilah jumlah unit, jumlah siklus aktifitas yang diselesaikan.
- Ketepatan Waktu: Tingkat suatu aktifitas diselesaikan pada waktu awal yang diinginkan, dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktifitas lain.
- Efektifitas: Tingkat penggunaan sumber daya manusia, organisasi dimaksimalkan dengan maksud menaikan keuntungan atau mengurangi kerugian dari setiap unit dalam penggunaan sumber daya.
- Kemandirian: Tingkat dimana seorang pegawai dapat melakukan fungsi kerjanya tanpa minta bantuan bimbingan dari pengawas atau meminta turut campurnya pengawas untuk menghindari hasil yang merugikan.
- Komitmen Organisasi: Tingkat dimana pegawai mempunyai komitmen kerja dengan organisasi dan tanggung jawab pegawai terhadap organisasi.
2.
Motivasi
Motivasi
merupakan faktor yang
mempengaruhi semangat dan
kegairahan kerja karyawan untuk
berperan serta secara aktif
dalam proses kerja.
Teori motivasi yang paling
terkenal adalah hirarki
kebutuhan yang diungkapkan
Abraham Maslow. Hipotesisnya mengatakan
bahwa di dalam
diri semua manusia
bersemayam lima jenjang kebutuhan
(Maslow, dalam Robbins, 2006), yang menjadi indikator yaitu:
- Fisiologis: antara lain rasa lapar, haus, perlindungan (pakaian dan perumahan), seks, dan kebutuhan jasmani lain.
- Keamanan: antara lain keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan emosional.
- Sosial: mencakup kasih sayang, rasa memiliki, diterima baik, dan persahabatan.
- Penghargaan: mencakup faktor penghormatan diri seperti harga diri, otonomi, dan prestasi; serta faktor penghormatan dari luar seperti misalnya status, pengakuan, dan perhatian.
- Aktualisasi diri: dorongan untuk menjadi seseorang/sesuatu sesuai ambisinya yang mencakup pertumbuhan, pencapaian potensi, dan pemenuhan kebutuhan diri.
3.
Pelatihan
Secara
konsepsional pelatihan dimaksudkan untuk meningkatkan keterampilan dan
kemampuan seseorang atau kelompok orang yang sudah bekerja pada suatu
organisasi yang efisien, efektif dan produktivitas kerjanya dirasakan perlu
dapat ditingkatkan secara terarah dan programik. Pelatihan lebih berkaitan
dengan peningkatan kemampuan atau keterampilan karyawan yang sudah menduduki
suatu pekerjaan atau tugas tertentu.
Dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 Pasal 2 disebutkan bahwa tujuan dan
sasaran pendidikan dan pelatihan pegawai antara lain :
- Meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan dan sikap untuk dapat melaksanakan tugas jabatan serta professional dengan dilandasi kepribadian dan etika pegawai sesuai dengan kebutuhan institusi.
- Menciptakan aparatur yang mampu berperan sebagai pembaharuan dan perekat persatuan dan kesatuan bangsa.
- Memantapkan sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi pada pelayanan, pengayoman dan pemberdayaan masyarakat.
- Menciptakan kesamaan visi dan dinamika pola pikir dalam melaksanakan tugas pemerintahan umum dan pembangunan demi terwujudnya kepemerintahan yang baik.
Sastrohadiwiwiryo
(2002:201), mengemukakan pendidikan dan pelatihan menurut sasarannya dapat
dibagi dalam dua kategori, yaitu :
1) Diklat
pra jabatan (Pre Service Training) adalah suatu latihan yang diberikan
kepada pegawai baru dengan tujuan agar pegawai yang bersangkutan dapat terampil
melaksanakan tugas yang akan dipercayakan kepadanya.
2) Diklat
dalam jabatan (In Service Training), adalah suatu latihan yang bertujuan
untuk meningkatkan kualitas, keahlian, kemampuan, dan keterampilan para pegawai
yang bekerja dalam suatu instansi atau organisasi.
Kirkpatrick
dalam Moekijat (1991 : 94-96) mengemukakan empat evaluasi pendidikan dan
Pelatihan, Yaitu : “Tingkat reaksi, tingkat belajar, tingkat prilaku dalam
pekerjaan, dan tingkat hasil”.
Untuk
lebih jelasnya akan diuraikan sebagai berikut :
1) Tingkat
reaksi : pada penilaian tingkat reaksi yang diukur dan di nilai adalah reaksi
para peserta latihan. Bagaimana perasaan dan kesan para peserta latihan
terhadap program pelatihan. Mengukur reaksi artinya adalah mengukur seberapa
besar kepuasan peserta dengan hasil pelatihan yang diperoleh.
2) Tingkat
belajar ; pada tingkat ini yang diukur dan dinilai adalah apakah terdapat
perubahan pengetahuan, keterampilan para peserta pelatihan setelah memperoleh
materi pelajaran.
3) Tingkat
perilaku dalam pekerjaan ; pada tingkat ini yang diukur dan dinilai adalah
apakah terdapat perubahan tingkah laku para peserta pelatihan ditempat kerja
setelah mereka menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh selama
mengikuti pelatihan.
4) Tingkat
hasil ; pada tingkat ini yang diukur dan dinilai adalah perubahan hasil, dengan
kata lain apakah ada pengaruh dalam perputaran roda organisasi, perubahan
tersebut dapat berupa produktivitas tinggi, kualitas pelayanan yang lebih baik,
biaya lebih baik, hemat, kualitas hasil meningkat dan lain-lain.
D. Populasi dan Sampel
- Populasi
Untuk memperoleh data yang
dibutuhkan guna pengolahan dalam menjawab permasalahan yang dikaji dalam
penelitian, dibutuhkan adanya populasi sebagai sasaran penelitian.
Menurut Arikunto (1998:115)
mengemukakan bahwa “populasi adalah
keseluruhan subjek penelitian”. Hal tersebut senada yang dikemukakan oleh
Sugyono (2005:90) bahwa “populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas
objek dan subjek yang mempunyai kualitas dan karakteritik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”.
Jadi
populasi adalah seluruh individu yang akan diteliti satu atau beberapa sifat,
karakteristiknya oleh suatu penelitian dalam usaha untuk memperolah informasi
dan menarik kesimpulan tentang karakteristik tersebut.
Berdasarkan uraian tersebut maka
populasi penelitian ini adalah para Pegawai pada Kantor PT. PLN (PERSERO) Wilayah SULSELTRABAR Unit
Sektor Tello di Kota Makassar.Dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 1 : Populasi penelitian
No
|
Bagian / Unit
|
Jumlah
|
1
|
Bagian SDM & Administrasi
|
15
orang
|
2
|
Bagian Keuangan
|
8
orang
|
3
|
Bagian Perencanaan
|
7 orang
|
4
|
Bagian Operasi
|
7 orang
|
5
|
Bagian Pemeliharaan
|
9 orang
|
Jumlah
|
46 orang
|
Sumber : Bagian
Kepegawaian PT. PLN (PERSERO)
- Sampel
Sampel merupakan sebagian atau wakil
populasi yang diteliti atau sebagian dari objek yang mewakili seluruh populasi
menurut Sugyono (2005:51) bahwa “sampel merupakan bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”. Penarikan sampel ini
dilakukan agar dalam menyeleksi data sampel akan relatif jauh dan lebih
singkat, ringan daripada menyeleksi seluruh populasi.
Menurut Arikunto (1998:120) bahwa
jika jumlah subjeknya lebih kecil atau sama dengan 100, lebih baik diambil
semua sehingga penelitian merupakan
penelitian populasi. Jika jumlah subjeknya lebih dari 100 dapat diambil 10-15%
atau 20-25% dari jumlah populasi.
Jadi untuk memperoleh sampel yang
representatif, maka berpedoman pada pendapat Arikunto (1998 : 120),apabila
subyeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua. Sehingga penelitian ini
adalah penelitian populasi.
- Jenis dan Sumber Data
Data
adalah segala sesuatu
yang diketahui atau
dianggap mempunyai sifat
bisa memberikan gambaran tentang
suatu keadaan atau
persoalan (Supranto, 2001).
Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
1.
Data Primer
Menurut
Algifari (1997), data
primer merupakan data
yang diperoleh secara langsung dari sumber asli (tanpa
melalui perantara). Data primer
yang ada dalam penelitian ini merupakan
data kuesioner.
2.
Data Sekunder
Data
sekunder adalah data
penelitian yang diperoleh
secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh
dan dicatat oleh pihak lain).
- Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah:
- Kuesioner
Kuesioner
adalah metode pengumpulan
data yang dilakukan
dengan cara memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada
responden dengan panduan kuesioner. Kuesioner
dalam penelitian ini
menggunakan pertanyaan terbuka
dan tertutup.
- Observasi
Observasi
merupakan metode penelitian
dimana peneliti melakukan pengamatan secara langsung pada
obyek penelitian.
- Studi Pustaka
Studi
pustaka merupakan metode
pengumpulan data yang
dilakukan dengan membaca buku-buku,
literatur, jurnal-jurnal, referensi
yang berkaitan dengan penelitian ini
dan penelitian terdahulu yang berkaitan dengan
penelitian yang sedang dilakukan.
- Metode Analisis Data
Sebelum
melakukan analisis data,
maka perlu dilakukan
tahap-tahap teknik pengolahan
data sebagai berikut:
- Editing
Editing
merupakan proses pengecekan
dan penyesuain yang
diperoleh terhadap data penelitian untuk memudahakan proses pemberian
kode dan pemrosesan data dengan teknik
statistik.
- Coding
Coding merupakan
kegiatan pemberian tanda
berupa angka pada
jawaban dari kuesioner untuk
kemudian dikelompokkan ke
dalam kategori yang sama. Tujuannya adalah menyederhanakan
jawaban.
- Scoring
Scoring yaitu
mengubah data yang
bersifat kualitatif kedalam
bentuk kuantitatif.
Dalam
penentuan skor ini digunakan
skala likert dengan
lima kategori penilaian, yaitu :
a.
Skor 5 diberikan untuk jawaban sangat setuju
b.
Skor 4 diberikan untuk jawaban setuju
c.
Skor 3 diberikan untukjawaban netral
d.
Skor 2 diberikan untuk jawaban tidak setuju
e.
Skor 1 diberilkan untuk jawaban sangat tidak setuju
- Tabulating
Tabulating
yaitu menyajikan data-data
yang diperoleh dalam
tabel, sehingga diharapkan pembaca
dapat melihat hasil
penelitian dengan jelas.
Setelah proses tabulating selesai
dilakukan, kemudian diolah
dengan program komputer
SPSS.
Adapun tahap-tahap analisis data yang
digunakan adalah sebagai berikut.
- Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengukur sah
atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan
valid jika pertanyaan
pada kuesioner mampu
untuk mengungkapkan sesuatu yang
akan diukur oleh
kuesioner tersebut (Ghozali,
2005).
Dalam
hal ini digunakan
beberapa butir pertanyaan
yang dapat secara
tepat mengungkapkan variabel yang diukur tersebut.
Untuk
mengukur tingkat validitas dapat dilakukan dengan cara mengkorelasikan antara skor butir pertanyaan dengan total skor konstruk
atau variabel.
Hipotesis yang diajukan adalah:
Ho : Skor butir pertanyaan berkorelasi
positif dengan total skor konstruk.
Ha : Skor butir pertanyaan tidak berkorelasi
positif dengan total skor konstruk.
Uji validitas dilakuan dengan membandingkan
nilai r hitung dengan r tabel untuk
tingkat signifikansi 5 persen dari degree of freedom (df) = n-2,
dalam hal ini n adalah jumlah
sampel. Jika r
hitung > r
tabel maka pertanyaan
atau indikator tersebut dinyatakan valid,
demikian sebaliknya bila
r hitung <
r tabel maka
pertanyaan atau indikator
tersebut dinyatakan tidak valid (Ghozali, 2005).
- Uji Reliabilitas
Uji
reliabilitas merupakan alat
untuk mengukur suatu kuesioner
yang merupakan indikator dari variabel
atau konstruk. Suatu
kuesioner dikatakan reliable atau
handal jika jawaban seseorang
terhadap pernyataan adalah
konsisten atau stabil
dari waktu ke waktu
(Ghozali, 2005).
Pengukuran
reliabilitas dilakukan dengan
cara one shot atau pengukuran sekali saja dengan alat
bantu SPSS uji statistik Cronbach Alpha . Suatu konstruk
atau variabel dikatakan
reliable jika memberikan
nilai Cronbach Alpha > 0.60 (Nunnally dalam Ghozali, 2005).
- Uji Asumsi Klasik
Untuk
meyakinkan bahwa persamaan
garis regresi yang
diperoleh adalah linier dan
dapat dipergunakan (valid)
untuk mencari peramalan,
maka akan dilakukan pengujian
asumsi multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan normalitas.
1.
Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas adalah
untuk menguji apakah pada model
regresi ditemukan adan ya korelasi
antar variabel bebas (independen) . Apabila
terjadi korelasi, maka dinamakan terdapat
problem multikolinearitas (Ghozali,
2005). Model regresi
yang baik seharusnya tidak
terjadi korelasi diantara
variabel bebas. Untuk
mendeteksi ada atau tidaknya
multikolinearitas di dalam model regresi adalah sebagai berikut:
• Nilai R²
yang dihasilkan oleh
suatu estimasi model
regresi empiris sangat tinggi, tetapi
secara individual variabel-variabel bebas
banyak yang tidak signifikan mempengaruhi variabel
terikat (Ghozali, 2005).
• Menganalisis matrik
korelasi variabel-variabel bebas.
Apabila antar variabel bebas ada
korelasi yang cukup
tinggi (umumnya diatas
0,90), maka hal
ini merupakan indikasi adanya multikolinearitas (Ghozali, 2005).
•
Multikolinearitas dapat dilihat
dari (1) nilai tolerance dan
lawannya (2)
Variance
Inflation Factor (VIF).
kedua ukuran ini
menunjukkan setiap
variabel
bebas manakah yang
dijelaskan oleh variabel
bebas lainnya.
Tolerance mengukur
variabilitas variabel bebas
yang terpilih yang
tidak dijelaskan oleh
variabel bebas lainnya. Jadi, nilai tolerance yang
rendah sama dengan nilai VIF yang tinggi (karena VIF
= 1/Tolerance). Nilai cut
off yang umum dipakai
untuk menunjukkan adanya
multikolinearitas adalah nilai tolerance < 0,10 atau sama dengan nilai VIF > 10
(Ghozali, 2005).
Apabila
di dalam model
regresi tidak ditemukan
asumsi deteksi seperti
di atas, maka model
regresi yang digunakan
dalam penelitian ini
bebas dari multikolinearitas, dan
demikian pula sebaliknya.
2.
Uji Heteroskedastisitas
Uji
heteroskedastisitas adalah
untuk menguji apakah
dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians
dari residual satu pengamatan
ke pengamatan yang
lain. Jika varians dari
residual satu pengamatan
ke pengamatan lain
tetap, maka disebut homoskedastisitas dan
jika varians berbeda
disebut heteroskedstisitas.
Model regresi yang baik
adalah yang homokedastisitas atau
tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2005).
Cara
untuk mengetahui ada
tidaknya heteroskedastisitas adalah
dengan melihat grafik plot
antara nilai
prediksi variabel terikat
yaitu ZPRED dengan
residualnya SRESID. Deteksi ada
tidaknya heteroskedastisitas dapat
dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada
grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu
Y adalah Y yang
telah diprediksi, dan sumbu X
adalah residual (Y prediksi – Y sesungguhnya) yang telah di studentized.
Dasar analisisnya adalah:
•
Apabila terdapat pola
tertentu, seperti titik-titik
yang ada membentuk
pola tertentu (bergelombang, melebar
kemudian men yempit), maka
mengindikasikan telah terjadi
heteroskedastisitas.
•
Apabila tidak terdapat pola yang
jelas, serta titik-titik
menyebar di atas dan di bawah angka nol
pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
3.
Uji Normalitas
Uji
normalitas digunakan untuk
menguji apakah dalam
model regresi, kedua variabel (bebas
maupun terikat) mempunyai
distribusi normal atau
setidaknya mendekati normal (Ghozali,
2005). Pada prinsipnya
normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik)
pada sumbu diagonal dari grafik atau
dengan melihat histogram dari residualnya.
Dasar pengambilan keputusannya adalah
(Ghozali, 2005):
•
Jika data (titik)
menyebar disekitar garis
diagonal dan mengikuti
arah garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan
pola distribusi normal, maka
model regresi memenuhi asumsi normalitas.
•
Jika data menyebar
jauh dari diagonal
dan/atau tidak mengikuti
arah garis diagonal atau
garfik histogram tidak
menunjukkan pola distribusi
normal, maka model regrsi tidak memenuhi asumsi normalitas
- Analisis Regresi Linier Berganda
Analisis
ini digunakan untuk mengetahui
seberapa besar pengaruh variabel bebas
yaitu: motivasi (X1) dan
Pelatihan (X2) terhadap variabel terikatnya yaitu kinerja
karyawan (Y).
Persamaan regresi linier berganda adalah
sebagai berikut (Ghozali, 2005):
Y = a + b1X1 + b2X2 + e
Dimana:
Y = Variabel dependen (kinerja karyawan)
a = Konstanta
b1,
b2, b3 = Koefisien garis regresi
X1, X2 = Variabel
independen (motivasi, Pelatihan )
e =
error / variabel pengganggu
- Pengujian Hipotesis
1.
Uji Signifikansi Simultan ( Uji Statistik F )
Dalam
penelitian ini, uji
F digunakan untuk
mengetahui tingkat siginifikansi pengaruh variabel-variabel
independen secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel dependen
(Ghozali, 2005). Dalam
penelitian ini, hipotesis
yang digunakan adalah:
Ho :
Variabel-variabel bebas yaitu
gaya kepemimpinan, motivasi
dan disiplin kerja tidak
mempunyai pengaruh yang
signifikan secara bersama-sama terhadap variabel terikatnya
yaitu kinerja karyawan.
Ha :
Variabel-variabel bebas yaitu
gaya kepemimpinan, motivasi
dan disiplin kerja mempunyai
pengaruh yang signifikan
secara bersama-sama terhadap variabel terikatnya yaitu kinerja
karyawan.
Dasar
pengambilan keputusannya (Ghozali,
2005) adalah dengan menggunakan angka probabilitas
signifikansi, yaitu:
a)
Apabila probabilitas signifikansi > 0.05, maka Ho diterima dan Ha
ditolak.
b)
Apabila probabilitas signifikansi < 0.05, maka Ho ditolak dan Ha
diterima.
2.
Analisis Koefisien Determinasi (R²)
Koefisien
determinasi (R²) pada intinya mengukur seberapa
jauh kemampuan model dalam
menerangkan variasi variabel
terikat (Ghozali, 2005).
Nilai Koefisien determinasi adalah
antara nol dan
satu. Nilai R²
yang kecil berarti
kemampuan variabel-variabel
bebas (gaya kepemimpinan,
motivasi dan disiplin
kerja) dalam menjelaskan variasi
variabel terikat (kinerja
karyawan) amat terbatas.
Begitu pula sebaliknya, nilai
yang mendekati satu
berarti variabel-variabel bebas
memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi
variasi variabel trikat.
Kelemahan mendasar penggunaan
koefisien determinasi adalah bias
terhadap jumlah variabel bebas
yang dimasukkan kedalam
model. Setiap tambahan
satu variabel bebas, maka
R² pasti meningkat
tidak perduli apakah
variabel tersebut
berpengaruh secara signifikan
terhadap variabel terikat.
Oleh karena itu,
banyak peneliti menganjurkan
untuk menggunakan nilai Adjusted R²
pada saat mengevaluasi mana
model regresi yang
terbaik. Tidak seperti R², nilai Adjusted R² dapat
naik atau turun apabila satu variabel independen ditambahkan kedalam
model.
3.
Uji Signifikasi Pengaruh Parsial (Uji t)
Uji t digunakan untuk menguji signifikansi
hubungan antara variabel X dan Y, apakah
variabel X1 dan
X2 (motivasi dan
pelatihan) benar-benar berpen
garuh terhadap variabel
Y (kinerja karyawan) secara
terpisah atau
parsial (Ghozali, 2005). Hipotesis yang digunakan dalam pengujian ini
adalah:
Ho :
Variabel-variabel bebas (gaya
kepemimpinan, motivasi dan
disiplin kerja) tidak mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap
variabel terikat (kinerja karyawan).
Ha
: Variabel-variabel bebas
(gaya kepemimpinan, motivasi
dan disiplin kerja) mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap
variabel terikat (kinerja karyawan).
Dasar
pengambilan keputusan (Ghozali,
2005) adalah dengan
menggunakan angka probabilitas signifikansi, yaitu:
a.
Apabila angka probabilitas signifikansi > 0,05, maka Ho diterima dan
Ha ditolak.
b.
Apabila angka probabilitas signifikansi < 0,05, maka Ho ditolak dan
Ha diterima.
BAB
IV
DAFTAR
PUSTAKA
Ali,
Muhammad. 2000. Penelitian Kependidikan, Prosedur, dan Strategi.
Bandung: Bumi Aksara
Anargo,
Panji. 1995. Psikologi Industri dan Sosial. Jakarta: Dunia
Pustaka
Arikunto,
Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Arsyad,
Azhar. 1996. Pokok-Pokok Manajemen
Pengetahuan Praktis Bagi Pimpinan dan Eksekutif. Montereal, Eksecutif
Institute faculty of Manajemen Megil University.
Dahlan,
Alwi. 1999. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Haji Mas Agung.
Fathoni,
Abdurrahman. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.
Hasibuan,
Malayu S.P. 1994. Pengantar Manajemen. Jakarta : Haji Mas Agung
__________________,
1996. Organisasi dan MotivasiDasar Peningkatan Produktivitas.
Jakarta: Bumi Aksara.
___________________,
2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Ganesha.
Hasley
D. George. 2003. Bagaiman Memimpin dan
Mengawasi Pegawai Anda. Jakarta : Rineka Cipta.
Indarto
D. Waluyo. 2004. Sistem Penggajian,
Insentif Pegawai Negeri Sipil dan Reformasi Birokrasi. Jakarta : PT. Pusaka
binanman Pressindo.
Irawan,
Prasetya. 1997. Manajemen Sumber Daya
Manusia. Jakarta : Bina Aksara.
Kaho,
Josef. 1995. Prospek otoda di Negara Republik Indonesia. Jakarta : Raja
Grafindo Persada.
Kamus besar
bahasa Indonesia edisi kedua, 1994.Jakarta: Balai Pustaka.
LAN & BPKP.2001. Pedoman Penulisan Skripsi. Jakarta :
STIA-LAN.
Lukman.
1996 . Peranan Pengawasan dalam Meningkatkan Kedisiplinsn Kerja Pegawai Pada
SMEA Negeri Sengkang Kabupaten Wajo, Skripsi, Fakultas Ilmu Pendidikan
Sosial, IKIP Ujung Pandang.
Mangkunegara,
Prabu, Anwar. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya.
Manrihu,
Tayeb. 1992. Peningkatan Kinerja
Organisasi. Jakarta : Gunung Agung.
Mitrani,
Alain. 1995. Manajemen Sumber Daya Manusia Berdasarkan
Kompetensi. Jakarta : Balai Pustaka.
Moekijat.
1991. Latihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bandung : Mandar
Maju.
_______,
2004. Dasar- Dasar Motivasi. Bandung: CV. Mandar Maju
Moenir.
H.A.S. 2000. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta: Bumi
Aksara.
Mustopadidjaja.
2000. Pengukuran Kinerja Instansi
Pemerintah. Jakarta : Lembaga Administrasi Negara
Peraturan
Pemerintah, 2000, Nomor 101 Tahun 2000 Pasal 2 tentang tujuan dan sasaran
pendidikan dan pelatihan pegawai. Jakarta : Sinar Grafika.
Poerwadarminta.
1996. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Prawirosentono.
1999. Kebijakan Kinerja Karyawan.
Yogyakarta : BPFE.
Purwanto,
Ngalim. 1990. Psikologi Pendidikan, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Sardiman,
AM.. 1986. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta : Rajawali
Press.
Sastrohardiwiryo.
Siswanto. B, 2002. Manajemen Tenaga Kerja Indonesia Pendekatan
Administrasi dan Operasional,
Jakarta : Bumi Aksara.
Siagian, Sondang, P. 1994. Organisasi Kepemimpinan dan
Prilaku Organisasi, Jakarta : PT. Gunung Agung.
_________________,
2004. Teori Motivasi Dan Aplikasinya.
Jakarta : PT. Asdi Mahasatya.
Soedarmayanti.
2001. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung : Ilham jaya
Sugyono. 2005.
Metode Penelitian Administrasi. Bandung:
Alfabeta.
Undang-Undang,
2003. No.43 Tahun 1999 tentang Perubahan No. 8 Tahun 1974 Tentang
Pokok-Pokok Kepegawaian. Jakarta: Sinar Grafika
Widjaya.
1997. Perencanaan Sebagai Fungsi Manajemen. Jakarta : Bina Aksara
Widyahartono.
1992. Kinerja Dalam Organisasi, Jakarta : Haji Masagung.
Winardi,
J. 2001. Motivasi dan Pemotivasian Dalam Manajemen, Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada.
Yudono,
Ananto.1999. Perencanaan Peningkatan Kinerja. Makassar.
Program Magister Administrasi : LAN
Zainun,
Buchari. 1990. Administrasi Dan Manajemen Kepegawaian, Jakarta : CV. Masagung.